Bisnis.com, JAKARTA - APBN 2020 dinilai perlu segera diubah dalam rangka memaksimalkan penanggulangan wabah virus Corona atau Covid-19.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Akbar Susamto mengatakan wabah Covid-19 yang berdampak pada aspek kesehatan dan perekonomian memerlukan respon yang serius dari pemerintah.
Oleh karena itu, sangat memungkinkan bagi pemerintah untuk mengubah APBN 2020 yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah.
Menurut Akbar, tidak ada pihak yang tahu sampai kapan wabah Covid-19 akan berakhir. Di satu sisi, pemerintah telah menggelontorkan berbagai bentuk stimulus untuk mendukung perekonomian dan penambahan anggaran kesehatan.
Tercatat pada stimulus pertama, pemerintah menggelontorkan belanja sebesar Rp10,3 triliun dan pada stimulus kedua pemerintah merelaksasi pajak dengan potential loss mencapai Rp22,7 triliun.
Khusus untuk Kementerian Kesehatan, pemerintah telah menambahkan anggaran sebesar Rp1 triliun dan ke depan akan ada relokasi anggaran nonprioritas sebesar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun untuk penanggulangan Covid-19.
"Jika situasi memburuk, Rp5 triliun hingga Rp10 triliun jelas tak akan cukup," ujar Akbar, Kamis (19/3/2020).
Ekonom Indef Abdul Manap Pulungan mengatakan saat ini sudah terlalu banyak asumsi makro pada APBN 2020 yang meleset. Menurutnya, hanya asumsi inflasi yang sebesar 3,1% (yoy) yang sejalan, sedangkan 6 asumsi lainnya sudah meleset.
"Sangat logis mengajukan APBN perubahan agar lebih kredibel angkanya. Saat ini, kondisi sedang tidak normal dan kebutuhan pembiayaan terus meningkat karena Covid-19, banyak pos yang harus diadakan karena Covid-19 sedangkan penerimaan pajak sendiri sedang tidak baik," ujarnya, Kamis (19/3/2020).
Menurutnya, dalam APBN perubahan pemerintah bisa memangkas banyak belanja modal yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga.
Belanja modal yang terdapat dalam APBN tidak sepenuhnya mengarah kepada infrastruktur. Banyak diantaranya merupakan belanja untuk pembangunan gedung pemerintahan ataupun barang-barang lain yang tidak berdampak pada perekonomian. "Semua itu bisa ditunda dulu," katanya.
Meski demikian, nampaknya pemerintah masih belum memiliki rencana untuk merancang APBN Perubahan pada tahun ini.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pihaknya saat ini masih fokus untuk melaksanakan APBN yang baru 3 bulan berjalan serta langkah untuk menghadapi Covid-19.
"Kita sekarang masih fokus untuk pelaksanaan APBN yang baru 3 bulan jalan, serta langkah-langkah untuk menghadapi dampak Covid-19," ujar Askolani, Kamis (19/3/2020).
Per Februari 2020, defisit anggaran per Februari 2020 sudah mencapai Rp62,8 triliun atau 0,37% dari PDB.
Di tengah kebutuhan pembiayaan yang meningkat karena Covid-19, realisasi pembiayaan pada 2020 justru berbanding dengan realisasi sebesar Rp112,93 triliun, terkontraksi -43,1% (yoy) dibandingkan Februari 2019 yang mencapai Rp198,3 triliun atau 67% dari target pembiayaan kala itu.
Dengan ini, jumlah sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) pada tahun ini hanya sebesar Rp50,13 triliun, jauh di bawah SiLPA pada Februari 2019 yang mencapai Rp144,31 triliun.