Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan mengungkapkan defisit anggaran per Februari 2020 sudah mencapai Rp62,8 triliun atau 0,37% dari PDB.
Dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), defisit anggaran tumbuh 16,2% (yoy) dibandingkan Februari 2019, ketika defisit masih tercatat sebesar Rp54,03 triliun atau 0,34% dari PDB.
Penerimaan negara tercatat mengalami kontraksi hingga -0,5% (yoy) dengan realisasi sebesar Rp216,61 triliun, sedangkan belanja negara tumbuh 2,8% (yoy) mencapai Rp279,41 triliun didorong oleh belanja pemerintah pusat yang tumbuh 11% (yoy) dengan realisasi hingga Rp161,73 triliun.
Namun, realisasi pembiayaan pada 2020 justru berbanding terbalik dengan 2019. Tahun ini, realisasi pembiayaan anggaran tercatat sebesar Rp112,93 triliun, terkontraksi -43,1% (yoy) dibandingkan Februari 2019.
Tercatat, pembiayaan utang yang ditarik pemerintah hingga Februari 2020 hanya sebesar Rp115,58 triliun atau 32,8% dari target pembiayaan utang sebesar Rp351,85 triliun.
Dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi pembiayaan utang per Februari 2019 tercatat sebesar Rp199,47 triliun atau sudah 55,5% dari target pembiayaan utang.
Baca Juga
Dengan ini, jumlah sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) pada tahun ini hanya sebesar Rp50,13 triliun, jauh di bawah SiLPA pada Februari 2019 yang mencapai Rp144,31 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman mengatakan volatilitas pasar keuangan saat ini masih sangat tinggi sehingga pihaknya perlu berhati-hati dalam penerbitan utang.
Dirinya mencatat bahwa dukungan investor hingga saat ini masih kuat, nampak dari besarnya penawaran yang masuk setiap lelang surat berharga negara (SBN).
Berdasarkan catatan DJPPR per awal 1-17 Maret 2020, bid cover ratio dari surat utang negara (SUN) pada Maret 2020 mencapai 3,75%, sedangkan untuk sukuk negara mencapai 3,91%.
"Kami lihat potensinya. Kami lihat belum saatnya masuk ke market global karena masih volatile," ujar Luky, Rabu (18/3/2020).
Apabila keadaan pasar keuangan makin memburuk, Luky mengatakan pihaknya sudah memiliki bond stabilization framework (BSF) beserta tata cara penanganannya.
Namun, BSF masih belum akan digunakan untuk saat ini mengingat performa penerbitan SBN hingga saat ini menurutnya masih solid.