Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Berharap Tuah Stimulus Jilid II

Para pengusaha berharap stimulus penangkal dampak negatif virus corona jilid II, dapat menjadi penyelamat kinerja perdagangan Indonesia.
Foto aerial pelabuhan peti kemas Koja di Jakarta. (25/12/2019). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial pelabuhan peti kemas Koja di Jakarta. (25/12/2019). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA—Pemberian stimulus kedua berupa kemudahan ekspor dan impor dan juga stimulus keringanan pajak baik PPh 21, PPh 24 dan PPh 25 dinilai bisa menjadi penyelamat neraca dagang Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2020, neraca dagang mengalami surplus US$2,34 miliar. Namun demikian, surplus tersebut salah satunya disebabkan oleh impor anjlok sebesar 19,7 persen secara bulanan.

Dari keseluruhan impor, impor barang modal seperti elektronik dan mesin, khususnya yang dari China kompak mengalami penurunan karena efek virus corona.

Tercatat, impor Indonesia dari China untuk mesin dan peralatan elektrik menurun 45,17 persen secara bulanan. Kemudian, untuk mesin dan peralatan mekanis turun 34,33 persen dibandingkan dengan Januari 2020 serta impor plastik dan barang dari plastik menurun 65,16 persen.

Kendati masih kinerja perdagangan masiih terkontraksi, Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kadin Handito Joewono mengatakan stimulus yang diberikan oleh pemerintah akan terasa imbasnya pada industri manufaktur sekitar 3 hingga 12 bulan.

“Penurunan ekspor tekstil dan alas kaki bisa kita pahami karena permintaan dunia sedang mengalami konsolidasi. Stimulus khususnya untuk sektor manufaktur akan terasa manfaatnya sekitar 3-12 bulan,” kata Handito, Senin (16/3/2020).

Menurutnya, stimulus tersebut sudah cukup untuk menjaga ekspor dan impor pelaku usaha di Indonesia, khususnya manufaktur.

“Stimulus ekspor-impor diharapkan memberi sentimen positif bagi pelaku usaha. Impor apalagi yang digunakan sebagai bahan baku produksi dalam negeri atau untuk produksi barang ekspor. Kalau keringanan PPh berefek ‘cespleng’’ langsung terasa manfaatnya terutama buat perusahaan yang beban biaya tenaga kerjanya besar dan melampaui PTKP,” katanya.

Sementara itu, Ekonom CORE Mohammad Faisal menilai merosotnya impor pada Februari ini jelas karena dampak covid-19 dan sangat berdampak terhadap penyediaan bahan baku industri yang terkait dengan value chain.

“Ini yang banyak drop khususnya suku cadang atau bagian dari barang-barang elektronik,” kata Faisal.

Dalam hal ini dia menilai adanya simulus memang sangat membantu industri manufaktur di Indonesia. Minimal bsia mengurangi beban biaya khususnya biaya produksi.

“Stimulus yang diberikan pemerintah itu kan ada beberapa tapi yang terakhir menyasar industri manufaktur dan PPh badan dan pribadi itu semestinya bisa meredam tekanan,” katanya.

Kendati, stimulus itu saja menurutnya masih kurang namun setidaknya itu bisa membantu industri untuk bisa bertahan.

“Mungkin ini gak bisa mengkompensasi seluruhnya tapi bisa membuat survive. Mungkin dia gak bsia ekspansi, tapi bisa bertahan.  Diharapkan ketika recovery dia masih ada dan gak bangkrut. Yang jelas stimulus yang lain juga diperlukan untuk membantu industri manufaktur.”

Dalam hal ini, dia menyarankan agar pemberian stimulus itu bisa dilakukan cepat sehingga akan sangat efektif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper