Pertumbuhan penjualan listrik pada Januari 2020 ini tak terlalu menggembirakan. Pasalnya, pertumbuhannya terhitung rendah, yakni berada di angka 3,8 persen.
Menurut Executive Vice President Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero), Edison Sipahutar, ada beberapa penyebab kenapa pertumbuhannya terhitung kecil, salah satunya adalah kondisi banjir yang terjadi di awal tahun.
Sementara itu, menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, faktor yang memmengaruhi melemahnya pertumbuhan penjualan listrik ini, salah satunya, karena kondisi ekonomi yang lesu.
Namun Rida menampik ekonomi yang lesu dan terjadinya penurunan penjualan disebabkan oleh tarif listrik yang tak kompetitif.
Pasalnya, tarif listrik untuk sektor industri di Indonesia masih lebih rendah bila dibandingkan dengan Singapura dan Filipina. Adapun, tarif listrik industri menengah dan industri besar di Indonesia masing-masing Rp1.115 per kWh dan Rp997 per kWh.
Sementara, di Singapura sebesar Rp1.781 per kWh dan Rp1.734 per kWh, dan Filipina masing-masing Rp1.458 per kWh dan Rp1.450 per kWh.
Baca Juga
"Ada keterlambatan di sektor industri. Apa kemudian terkait dengan harga listrik yang terlalu mahal untuk mereka sehingga produknya tidak kompetitif, tetapi ternyata juga enggak. Kami bandingkan dengan yang di Asean, masih kompetitif. Ini sudah rendah juga dibandingkan kawasan Asean. Jadi, kalau industri lesu, bukan karena harga listriknya mahal," tuturnya.
Pertumbuhan listrik yang melambat juga diperkirakan karena adanya banjir yang melanda di sejumlah wilayah dalam dua bulan ini. Selain itu, juga kemungkinan merebak virus corona turut serta berdampak pada berkurangnya konsumsi listrik industri.
"Macem-macem faktornya, apa banjir, apa mulai corona, enggak ngerti lah. Enggak sampai 4 persen, kan mulai deg-degan," kata Rida.
Saat ini, lanjutnya, kondisi neraca daya PLN menunjukkan kelebihan pasokan akibat konsumsi listrik yang rendah dan juga beroperasinya beberapa pembangkit dari program 35.000 Mega Watt (MW).
Tentu saja hal ini sangat dikhawatirkan dan menjadi fokus pemerintah karena penyerapan listrik yang tak maksimal dan pasokan listrik berlebih akan berdampak pada keuangan PLN.
Oleh karena itu, sejumlah cara dilakukan agar konsumsi listrik meningkat. Terlebih tahun ini target penjualan listrik PLN sebesar 262,35 TWh.
Salah satunya, Rida mengimbau agar PLN melakukan aksi korporasi mencari pasar baru. Investasi PLN untuk sementara tak lagi difokuskan untuk membangun pembangkit, tetapi lebih banyak dialokasikan untuk menambah transmisi dan distribusi dalam rangka memperkuat pasar.
"Pasarnya siapa saja? Pertama dengan smelter berpotensi dapat sekitar 5.000 MW hingga 6.000 MW. Lalu, pasokan listrik untuk kawasan industri, pariwisata khusus, perikanan dan kawasan ekonomi khusus yang diperkirakan potensinya ada 16.000 MW lebih besar karena lebih banyak dan itu harus dikejar PLN," terangnya.
Tak hanya itu, Kementerian ESDM pun meminta agar perusahaan pelat merah yang menggunakan pembangkit sendiri agar beralih ke PLN. Selama ini, banyak BUMN yang menggunakan pembangkit sendiri yakni pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), sehingga dengan beralih konsumsi ke PLN tentu biaya listriknya akan lebih murah.
"Saat ini PLN lebih siap untuk memenuhi permintaan termasuk permintaan baru untuk memenuhi kebutuhan listrik. Kalau tak ada pertumbuhan demand, maka akan berpotensi memperparah kondisi, bukan hanya PLN tetapi negara karena BPP (Biaya Pokok Penyediaan) naik. BPP kan berdampak ke subsidi," ucap Rida.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendorong agar sektor industri memenuhi kebutuhan listriknya dari PT PLN agar listrik yang ada saat ini tersedia dapat terserap dengan baik.
Adapun cadangan daya saat ini diperkirakan di atas 30 persen sehingga memungkinkan untuk bisa menarik industri untuk menyerap listrik
Pasokan yang ada saat ini, pada awalnya mengikuti asumsi pertumbuhan listrik yang cukup tinggi.
"Dahulu kan pemerintah membangun pembangkit listrik berdasarkan asumsi pertumbuhan listrik yang tinggi yakni 6,5 persen per tahun. Namun, kenyataan yang terjadi, pertumbuhan hanya 4 persen saja, karena itu pasokan listrik yang berlebih harus disalurkan agar tidak ada pembangkit yang idle," tuturnya
Di sisi lain, Arifin juga meminta PLN untuk proaktif untuk mencari pelanggan, sehingga kelebihan pasokan yang saat ini ada dapat diserap oleh pelanggan.
"PLN harus proaktif untuk memaksimalkan penyerapan listrik oleh industri karena ini business to business PLN," ujarnya.
Tahun ini diperkirakan pertumbuhan konsumsi listrik masih mengalami perlambatan. Hal ini mengacu kondisi perekonomian dunia sehingga berdampak pada efisiensi internal sektor industri.
"Kemungkinan masih melambat. Ini masih tahun berjalan," kata Arifin.