Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif dan Riset Kunci Pengembangan Industri Bahan Baku

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 30 persen bahan baku pabrikan di dalam negeri berasal dari Negeri Panda. Wabah virus corona yang dimulai awal 2020 membuat sebagian sektor manufaktur terancam mengurangi bahkan menghentikan proses produksi.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan bahwa pelajaran sains menjadi momok bagi pelajar Indonesia lantaran cara penyampaiannya yang kurang tepat./Istimewa
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan bahwa pelajaran sains menjadi momok bagi pelajar Indonesia lantaran cara penyampaiannya yang kurang tepat./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Wabah virus corona menyebabkan terguncangnya perekonomian China yang juga turut mengganggu pasokan bahan baku ke pabrikan nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 30 persen bahan baku pabrikan di dalam negeri berasal dari Negeri Panda. Wabah virus corona yang dimulai awal 2020 membuat sebagian sektor manufaktur terancam mengurangi bahkan menghentikan proses produksi.

Adapun, beberapa sektor tersebut seperti farmasi, elektronika, alas kaki, dan makanan dan minuman. Sebagian besar sektor tersebut masih bergantung kepada impor dari China, contohnya industri farmasi yang candu dengan bahan baku obat (BBO) Negeri Tirai Bambu lebih dari 90 persen.

Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) menilai salah satu penyebab kurangnya pengembangan BBO di dalam negeri berbanding lurus dengan minimnya penelitian dan pengembangan BBO nasional.

Oleh karena itu, pemerintah akan mengarahkan tujuan akhir penelitian di dalam negeri untuk substitusi impor bahan baku.

"Solusinya mencari [BBO] obat herbatl yang merupakan bagian dari biodiversity untuk mengurangi biaya bahan baku impor yang 90 persen impor," kata Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Bambang mengatakan salah satu langkah cepat yang akan diambil adalah efisiensi penelitian. Menurutnya, hal tersebut dapat menggenjot penggunaan BBO lokal.

Sebelumnya, Bambang menyampaikan peneliti tidak harus meneliti semua jenis tanaman untuk dijadikan bahan baku.

Oleh karena itu, mantan menteri Keuangan ini menyatakan akan mengarahkan penelitian di bidan farmasi untuk mencari bahan baku obat penyakit tidak menular yang paling banyak mengakibatkan kematian.

“Diabetes, misalnya,” tegasnya.

Bambang berujar dengan adanya insentif pengurangan pajak super terkait kegiatan riset, sektor swasta diharapkan lebih gencar menyalurkan investasi untuk melakukan penelitian.

Seperti diketahui, Inpres No. 6/2016 adalah arahan Kepala Negara terkait percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan. Inpres yang terdiri dari 14 poin dan ditujukan kepada 12 entitas tersebut dibuat dengan tujuan agar industri farmasi dan alat kesehatan lokal mandiri dan berdaya saing.

Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) mendata antara tahun 2016—2019 sudah ada 11 industri farmasi untuk pembuatan bahan baku [obat] di dalam negeri. Namun demikian, realisasi investasi tersebut berjalan lambat lantaran minimnya dukungan pemerintah walau Inpres tersebut telah terbit medio 2016.

Direktur Eksekutif GP Farmasi Dorojatun Sanusi sebelumnya   menjelaskan ketergantungan BBO telah dimulai sekitar 1970-an saat semua pabrikan farmasi tidak mengindahkan permintaan pemerintah untuk membangun industri BBO.

Dorojatun mengatakan rendahnya pembangunan industri BBO disebabkan oleh skala keekonomian di dalam negeri yang rendah.

"Di Indonesia, healthcare expenditure itu 2,8 persen. Bagaimana [naik] menjadi 4 persen? Saya kira tidak ada yang mau menaikkan menjadi 4 persen karena itu artinya beban  untuk APBN [Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara]," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper