Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Properti Jakarta Oversupply, Pengembang Perlu Faktor X

Pemilik dan pengembang memiliki tantangan khusus agar kinerja penjualan properti di Jakarta bisa moncer.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar properti komersial seperti apartemen dan perkantoran di Jakarta dan sekitarnya dinilai mengalami kelebihan pasok atau oversupply.

Dengan kondisi itu, pengembang dan pemilik lahan harus punya faktor X agar kinerja penjualannya bisa moncer.

Director of Capital Markets Colliers Indonesia Steve Atherton menyebutkan banyak faktor yang membuat orang memutuskan untuk mulai berinvestasi pada suatu produk. Pertimbangannya tidak hanya dari sisi makro dan mikroekonomi, tapi juga beragam faktor yang harus dievaluasi.

“Di antaranya adalah berapa banyak biaya yang harus dibayarkan untuk investasi di sebuah lahan, atau berapa banyak biaya yang akan digunakan untuk konstruksi suatu proyek,” katanya melalui laporan tertulis, dikutip Minggu (1/3/2020).

Ada juga pertimbangan ketika menentukan apakah properti yang dibangun nantinya untuk dijual atau disewakan. Bagaimana caranya menarik orang untuk mau pindah ke properti yang dibangun, misalnya dengan embel-embel bakal memiliki gaya hidup dan tempat kerja, serta kenyamanan yang lebih baik.

Saat ini, Jakarta kelebihan pasokan baik perkantoran maupun apartemen. Oleh karena itu pengembang harus punya ‘faktor x’ agar lebih percaya diri mengembangkan suatu proyek.

“Kami yakin banyak pengembang dan ivestor yang sudah memperhitungkan secara detail ketika mereka mau mulai membangun suatu proyek. Tapi untuk sebagian orang, mereka sering kali lupa bagaimana melakukan kalkulasi, dan mengapa mereka harus melakukannya,” sambung Atherton.

Menurutnya kalkulasi perlu dilakukan sebelum memulai suatu proyek, karena nantinya juga akan berpengaruh pada return of investment (ROI)-nya.

Atherton melanjutkan bahwa pengembang akan melihat sejumlah proyek lainnya sebagai patokan untuk menentukan apakah mereka akan terus menjalankan proyeknya, untuk kemudian menentukan apakah akan dijual atau disewakan.

“Kalau untuk disewakan, harus dilihat yield dan biayanya. Artinya pemilik harus tahu hasil investasinya dengan biaya pengembangannya. Setidaknya pemilik proyek harus punya hasil investasi 2 persen lebih tinggi dari yield,” ungkapnya.

Selain itu, pemilik proyek juga harus memperhatikan holding period, katakanlah untuk 5 hingga 10 tahun, jika ingin menerima Internal Rate of Return sampai sebesar 20 persen.

Sedangkan jika mengerjakan proyek yang akan dijual seperti apartemen atau perkantoran strata title, pemilik harus lebih memperhatikan margin profit dari penjualan. Dari perhitungan ini, setidaknya pemilik biasa mendapat keuntungan minimal 25 persen dari penjualan dan operasional.

“Kalau pengembang sudah bisa mengevaluasi proyeknya dan bisa mendapat angka seperti yang disebutkan di atas, mereka harusnya bisa lebih percaya diri untuk melanjutkan proyeknya,” imbuh Atherton.

Colliers memproyeksoikan pasar properti pada 2020 bisa sedikit lebih baik. Jakarta akan tetap diincar sebagai pusat bisnis dan orang tetap akan banyak pindah ke Jakarta. Warga dari seluruh penjuru Indonesia juga akan tetap menjadikan Jabodetabek sebagai lahan lapangan pekerjaan.

“Wilayah Jabodetabek pastinya masih akan terus tumbuh, dan bisa menggantikan pekerja pemerintahan yang harus pindah ke ibu kota baru di Kalimantan pada beberapa tahun lagi,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper