Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha batu bara memproyeksikan ekspor batu bara akan anjlok sepanjang tahun ini akibat diterapkannya aturan mengenai pembatasan penggunaan kapal asing.
Hal ini dikarenakan pada Mei mendatang, kebijakan penggunaan kapal berbendera nasional mulai dilaksanakan. Adapun ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 80 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomer 82 tahun 2017 Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Ketua Bidang Marketing dan Logistik Asosasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendri Tan mengatakan pada prinsipnya pelaku usaha mendukung pelaksanaan dari aturan tersebut sepanjang kebijakan itu tidak menghambat kelancaran ekspor, tidak menimbulkan beban biaya tambahan, serta tetap menghormati kontrak ekspor jangka panjang.
Saat ini pengiriman ekspor batubara pada umumnya menggunakan skema Free on Board (FoB) dimana importir atau pembeli wajib mengusahakan asuransi dan kapal.
Pada tahun lalu terdapat 7.645 pengapalan (shipment) untuk aktivitas ekspor batubara Indonesia dimana kapal nasional yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor sangat minim, yakni hanya kurang dari 1 persen. Hal itu akan berdampak pada ekspor batu bara akan turun sebesar 99,99 persen sehingga tentu akan berdampak pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) khususnya sektor mineral dan batu bara.
"Bagaimana mau ekspor jika kapalnya tidak ada? Logikanya kalau kurang dari 1 persen itu akan berhenti. Ini akan berdampak pada ekspor batu bara Tentu harus menjadi perhatian bersama karena jelas akan memberikan efek negatif terhadap investasi," ujarnya, Kamis (20/2/2020).
Baca Juga
Dia mengungkapkan saat ini sudah ada beberapa pelaku usaha di sejumlah negara yang menunda dan mengalihkan order pengapalan batubara asal Indonesia untuk periode Mei 2020.
Pasar potensial untuk ekspor batubara Indonesia pun mengalihkan pembeliannya ke negara eksportir batubara lainnya.
"Ketidaksiapan kapal nasional itu akan berakibat negatif terhadap ekspor. Ini bukan kekhawatiran yang di awang-awang, tetapi sudah terjadi. Beberapa pembeli mengalihkan ke negara lain," ucap Hendri.
Anggota Marketing dan Logistik APBI Tulus Sebastian Situmaeng menambahkan Jepang merupakan salah satu negara yang sudah berencana mencari alternatif pemasok jika aturan tersebut diterapkan.
"Kalau misal sustain suplay enggak bisa sampai dua bulan, Jepang jamin akan segera drive ke sumber lain," katanya.
Menurut Tulus, salah satu kendala dalam menerapkan aturan tersebut yaitu kesiapan kapal nasional yang dinilai belum siap memenuhi kebutuhan ekspor.