Bisnis.com, JAKARTA - Badan yang mewakili pemerintah yang bertugas sebagai pelaksana hulu minyak dan gas (migas) diharapkan dapat menjalankan tugasnya sebagai mitra investor.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) John S. Karamoy mengatakan selama ini investor melihat badan-badan sebelumnya yang bertugas mengawasi hulu migas ini lebih banyak bertindak sebagai pengawas dan pengatur.
Menurutnya, semestinya badan yang telah ditunjuk Pemerintah sebagai pelaksana hulu migas tesebut dapat menjalankan tugasnya baik memenuhi hak dan kewajiban sebagai mitra investor sesuai dengan isi dari Production Sharing Contract (PSC) yang telah disetujui bersama.
"Apakah dalam RUU Omnibus Law akan ada institusi yang bernama lain yang berupa BUMN Khusus, bukan SKK Migas itu adalah hak Pemerintah," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Sabtu (15/2) malam.
Dia menuturkan dalam PSC di hulu migas diwajibkan ada perwakilan baik dari Pemerintah RI sebagai salah satu pihak maupun dari investor di pihak lainnya.
Hal ini diperlukan karena industri hulu migas merupakan industri extractive yang berisiko dan berbiaya tinggi karena menyangkut kegiatan mencari sumber daya alam minyak dan gas yang tersembunyi jauh di dalam tanah.
Baca Juga
"Jadi Pemerintah menyadari perlunya investor-investor yang menanggung biaya dan resiko yang tinggi itu dengan suatu perjanjian kontrak berjangka panjang 30 hingga 50 tahun. Oleh karena itu, sebuah badan yang mewakili pemerintah di hulu migas harus tetap ada," kata John.
Dia menerangkan rencana pemerintah untuk mengganti nama badan pengawas hulu migas bukan kali ini saja.
Sampai dengan tahun 2001, PT Pertamina (Persero) merupakan wakil Pemerintah dalam PSC.
Lalu, pada tahun 2002 dibentuk badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang disebut BP Migas yang sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Namun, nama BP Migas tersebut kembali beralih di tahun 2012 menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
Seperti diketahui, dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang beredar, SKK Migas akan digantikan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus sebagai pelaksana kegiatan hulu migas.
Sejumlah pasal maupun pasal revisi di dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Migas diselipkan dalam RUU Omnibus Law. Padahal pasal-pasal tersebut berpotensi mengakhiri kelembagaan SKK Migas.
Di halaman 242 hingga halaman 243, pada pasal 4A RUU Omnibus Law, disebutkan bahwa pemerintah pusat dapat membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus sebagai pelaksana kegiatan hulu migas.
Rincian pasal 4A itu yakni kegiatan usaha hulu migas diselenggarakan oleh pemerintah pusat sebagai pemegang kuasa pertambangan.
Pemerintah pusat sebagai pemegang kuasa pertambangan dapat membentuk atau menugaskan BUMN khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat.
Adapun, BUMN Khusus sebagaimana dimaksud itu melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi melalui kerja sama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap.
Lalu dalam pasal 64A disebutkan sebelum terbentuk BUMN Khusus, kegiatan usaha hulu migas tetap dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja sama antara SKK Migas dengan badan usaha dan bentuk usaha tetap.
Di pasal tersebut juga mengatur bahwa kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak kerja sama atara SKK Migas dengan badan usaha dan bentuk usaha tetap, tetap berlaku.
Dengan terbentuknya BUMN Khusus, semua hak dan kewajiban serta akibat yang timbul terhadap SKK Migas dari kontrak kerja sama beralih kepada BUMN Khusus. Kontrak lain yang berkaitan dengan kontrak kerja sama antara SKK MIgas dan pihak lain beralih kepada BUMN Khusus.
Selanjutnya, semua kontrak dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhir kontrak. Hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian, atau perikatan tetap dilaksanakan oleh SKK Migas sampai terbentuknya BUMN Khusus.