Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara membuka peluang investasi kilang minyak dengan memperhatikan keamanan pasokan energi nasional.
Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Patria Sjahrir mengamini pihaknya sedang mencermati sejumlah peluang investasi pabrik penyulingan minyak.
“Bagaimana mengamankan pasokan, dengan menyesuaikan eksistensi industri hulu dan pemrosesan untuk keamanan energi kita,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (16/7/2025).
Pandu tidak menjelaskan lebih dalam apakah investasi kilang tersebut juga mencakup petrokimia atau tidak. Hanya saja, dia mengakui bahwa investasi ini akan masuk dalam portofolio Pertamina.
“Ada beberapa peluang, tapi saya tidak bisa bicara banyak,” katanya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah menyiapkan sejumlah daftar negosiasi tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32%.
Baca Juga
Dia menyampaikan, secara total Indonesia menyiapkan US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun untuk pembelian komoditas dari AS dan investasi.
Adapun beberapa tawaran yang didorong adalah investasi blue amonia di AS oleh Indorama. Selain investasi blue ammonia, Airlangga menyebut Danantara pun bakal berinvestasi di bidang refineries atau kilang minyak.
Adapun nilai investasi itu mencapai US$8 miliar atau setara Rp129,93 triliun (asumsi kurs Rp16.241 per US$).
Hanya saja, saat dikonfirmasi tentang nilai investasi tersebut, Pandu tidak berkomentar banyak. “Baiknya ga komentar dulu soal angka investasi,” katanya.
Pandu menambahkan, Danantara masih fokus mencermati perkembangan industri global sehingga benar-benar memberi manfaat untuk negara.
Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) menawarkan peluang investasi pada 19 proyek senilai US$9,25 miliar atau setara Rp150,6 triliun (asumsi kurs Rp16.281 per US$).
Investasi itu ditawarkan langsung oleh Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri dalam acara 'Pertamina Investor Day' di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Simon mengatakan, Pertamina menawarkan langsung investor untuk bergabung ke dalam proyek tersebut. Apalagi, saat ini, Pertamina berada di bawah Danantara untuk mengoptimalkan aset negara melalui investasi strategis.
"Anda berkesempatan untuk ikut dengan subholding kami dan menjajaki kolaborasi bisnis yang melibatkan 19 proyek senilai sekitar US$9,25 miliar," ucap Simon.
Kendati demikian, Simon tak memerinci 19 proyek yang dimaksud. Dia hanya memastikan bahwa peluang investasi itu merupakan kesempatan emas.
Ketidakpastian Global
Di tengah permintaan minyak global diperkirakan akan terus bertumbuh, prospek jangka panjang untuk banyak kilang minyak di seluruh dunia masih diselimuti ketidakpastian.
Hal ini diungkapkan dalam analisis Wood Mackenzie yang menyoroti ancaman penutupan 420 kilang di global, dengan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang paling berisiko ditutup pada 2035.
Alan Gelder, SVP Refining, Chemicals & Oil Markets Wood Mackenzie, memaparkan secara rinci faktor-faktor kunci yang mempengaruhi kelangsungan operasional kilang-kilang ini.
Margin keuntungan kilang diperkirakan akan tetap solid dalam jangka pendek. "Situasi pasang surut mengangkat semua pihak," ujar Alan, dikutip dari laman resmi Wood Mackenzie.
Lembaga ini memproyeksikan rasionalisasi terbatas seiring dengan membaiknya margin hingga 2030-an. Namun, tekanan akan meningkat setelah permintaan minyak mencapai puncaknya, kemungkinan pada awal 2030-an, sehingga margin akan mulai menurun.
Lembaga kajian energi global ini juga menyoroti model kepemilikan kilang yang memengaruhi prospek jangka panjang kilang.
Kilang yang dimiliki oleh perusahaan minyak nasional (NOC), perusahaan patungan (JV), atau perusahaan independen masuk dalam daftar risiko yang relatif kecil.
Meskipun margin kecil, NOC umumnya cenderung tidak akan menutup lokasi karena sering mendapat dukungan pemerintah.
Sebaliknya, perusahaan minyak internasional (IOC) lebih cenderung menutup atau menjual kilang yang berkinerja buruk, lebih tua kepada operator independen.
Di sisi lain, dalam kajian Kementerian Energi AS, kapasitas penyulingan global yang diperkirakan mencapai 103,5 juta barel per hari pada 2023.
Merujuk laporan Outlook on Global Refining to 2028, strategi kepemilikan hulu dan pengolahan dalam negeri menjadi krusial untuk mengamankan offtake dan stabilitas energi nasional.
Pasar minyak dunia telah mengalami perubahan struktural signifikan akibat pandemi Covid-19, invasi Rusia ke Ukraina, dan gangguan pengiriman di Laut Merah.
“Analisis menunjukkan bahwa sebagian besar pertumbuhan output produk olahan yang direncanakan hingga 2028 berada di kawasan Asia-Pasifik, khususnya China dan India, serta Timur Tengah,” tulis laporan tersebut.
Adapun investasi kilang baru membutuhkan waktu untuk beroperasi pada tingkat utilisasi normal. Peningkatan konsumsi dan beroperasinya kilang-kilang baru akan memengaruhi perdagangan minyak mentah dan produk olahan secara signifikan.