Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) menyatakan harga bahan baku dari China di pelabuhan mulai menanjak dan alirannya mulai melambat.
Adapun, Negeri Panda mendominasi pasokan bahan baku obat (BBO) pabrikan nasional. Direktur Eksekutif GP Farmasi Dorojatun Sanusi mencatat pasokan BBO dari China menopang 60 persen—63 persen dari total kebutuhan. Adapun India menyumbang sekitar 20 persen.
"Saya belum mendapatkan laporan adanya hal-hal kritis, tapi kami sudah dapatkan laporan harga [BBO] sudah mulai naik, kemudian [jadwal pengantaran] supply juga mulai mundur," katanya kepada Bisnis.com, Jumat (7/2/2020).
Dorojatun menyampaikan pemerintah harus memberikan kelonggaran terhadap impor BBO dalam keadaan seperti ini. Pasalnya, lanjutnya, sebagian besar BBO yang diimpor digunakan untuk obat dalam program jaminan kesehatan nasional (JKN).
Menurutnya, kenaikan harga tersebut memaksa distributor untuk memesan BBO dalam jumlah besar agar skala keekonomiannya tercukupi. Menurutnya, transmisi kenaikan harga BBO ke harga obat akan terjadi jika tidak ada intervensi pemerintah terkait pembayaran JKN.
Di samping BBO, Dorojatun menyatakan kasus virus corona juga menyebabkan jadwal pengiriman bahan baku masker dari Negeri Panda mudur. Menurutnya, naiknya harga masker di dalam negeri disebabkan oleh keterlambatan bahan baku masker terebut.
Baca Juga
"Jadi, jangan melihat bahwa ini ada kesempatan ambil untung. Kalau kami bisa menjual tapi tidak bisa beli lagi, ujung-ujungnya stoknya habis juga," jelasnya.
Dorojatun menyampaikan pihaknya sedang berusaha mencari pasokan bahan baku masker lain dengan harga yang murah dan waktu pengiriman yang cepat. Namun demikian, Dorojatun meramalkan pemerintah sudah menyiapkan stok masker untuk masyarakat.
Dengan kata lain, Dorojatun mengimbau agar masyarakat tidak panik dan agar distributor mengeluarkan stok dan menjual masker di harga yang sesuai.
BBO Lokal
Sejauh ini ada 11 pabrikan BBO yang akan berproduksi pada akhir 2020. Setidaknya, 11 pabrikan tersebut dapat menekan impor BBO sebesar 15 persen pada tahun depan dan hingga 20 persen pada awal 2021. Dengan kata lain, impor BBO baru dapat turun menjadi sekitar 75 persen—80 persen dalam waktu dekat.
Adapun, impor BBO dinilai dapat turun hingga 50 persen kalau regulasi terkait insentif pada industri farmasi dibuat dan dilaksanakan. Selain itu, ada beberapa regulasi yang dinilai harus dikeluarkan seperti tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi industri farmasi dan petunjuk teknis pengurangan pajak super terkait riset.
Doroajtun menyatakan minimnya ketersediaan bahan baku saat ini menjadikan langkah menuju kemandirian industri farmasi menjadi sangat strategis. Menurutnya, ketergantungan impor BBO mulai dirasakan oleh sebagian pabrikan lokal.
Di sisi lain, Dorojatun menyampaikan belum akan ada revisi proyeksi pertumbuhan produksi 2020. Pasalnya, lanjutnya, asosiasi baru mendapatkan informasi awal.
"Kami belum melihat sampai berapa besar akan menimbulkan gangguan kepada ketersediaan obat," katanya.