Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana KKP Mengoperasikan Kembali Kapal Asing Dianggap Langkah Mundur

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengkaji sejumlah kebijakan, salah satunya terkait operasional kapal asing di perairan Indonesia
Sejumlah kapal asing yang tertangkap pihak berwenang siap untuk ditenggelamkan di perairan Natuna, Kepulauan Riau./Antara
Sejumlah kapal asing yang tertangkap pihak berwenang siap untuk ditenggelamkan di perairan Natuna, Kepulauan Riau./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) mengoperasikan kembali kapal asing ditanggapi negatif Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia. Adapun kemarin, KKP menggelar konsultasi stakeholder terhadap beberapa rencana revisi kebijakan, salah satunya terkait penggunaan kapal asing.

Menurut Koordinator DFW Indonesia Moh. Abdi Suhufan hal ini merupakan sebuah langkah mundur. Dia menerangkan kegiatan usaha di Indonesia tinggal sedikit yg dikelola secara mandiri, salah satunya perikanan tangkap. Jika kapal asing diliberalisasi, kata Abdi maka Indonesia tidak memiliki kemandirian.

“Produksi perikanan tangkap Indoensia sudah masuk top ten, tapi ekspor diluar top ten, artinya problem Indonesia di pengolahan dan pemasaran, bukan di produksi atau penangkapan,” tegasnya dalam pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (6/2/2020).

Selain soal dilegalkannya kembali kapal asing di perairan Indonesia, DFW juga memprotes terkait dipekerjakannya anak buah kapal (ABK) dari luar negeri.

Abdi berpendapat dalam pengelolaan perikanan tangkap, pemerintah sebaiknya memprioritaskan ABK dalam negeri. Secara teknik, mereka sudah mnguasai teknologi penangkapan. Belum lagi, ada ratusan ribu ABK indonesia yang bekerja di kapal ikan negara lain yang menjadi migran karena gaji yang didapat lebih tinggi dari pada bekerja pada kapal ikan dalam negeri.

“Mereka bisa mengisi kbutuhan ABK dalam negeri. Uuntuk masalah ABK pemerintah mesti memperhatiakn masalah kesejahteaan terutama gaji tetap dan jaminan social,” imbuhnya.

DFW katanya khawatir ABK dalam negeri tidak akan terserap dengan membanjirnya TKA. Dengan keberadaan TKA berpotensi terjadinya praktik transhipment dan kerja paksa serta perdagangan orang. Kemungkinan  itu bisa saja terjadi karena pegawasan tenaga kerja perikanan atau awak kapal perikanan di Indonesia saat ini masih lemah.

Terkait soal Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT), DFW mendukung jika operasional SKPT melibatkan swasta tapi dengan mekanisme yang fair melalui lelang bukan penunjukan langsung dengan memberikan hak pengelolaan kepada swasta tertentu dan pihak asing. Dalam pengelolaan sumberdaya ikan, menurut Abdi hak eksklusivitas tidak boleh diberikan kepada kelompok tertentu. “Itu tidak adil,” singgungnya.

Kesempatan yang sama harus diberikan kepada semua pihak, terutama pelaku usaha di daerah yang berminat dan punya kemampuan mengelola aset. Kesempatan yuang sama juga perlu diberikan bagi pelaku usaha dalam negeri seperti BUMN, BUMD hingga swasta. Abdi berpandangan seejauh ini upaya merevitalisasi BUMN perikanan belum tearlihat oleh pemerintah, padahal BUMN perikanan perlu dibenahi secara total.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper