Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu cukup baik di tengah kondisi global saat ini.
Presiden Jokowi menilai hal itu didukung oleh kebijakan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yang sangat baik.
“Patut kita syukuri, yang lain-lain bukan turun, anjlok,” kata Jokowi di Istana Presiden, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Jokowi menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong sangat baik bila dibandingkan dengan negara G20. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebagai nomor dua tertinggi.
Selain itu prospek ke depan juga masih terbilang baik. Hal ini ditunjukan oleh beberapa lembaga pemeringkat yang mengerek naik peringkat Indonesia.
“Artinta kepercayaan internasional kepada kita lebih baik. Optimisme ini yang harus kita sampaikan. Jangan sampai ambil hal pesimis,” kata Jokowi.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik, realisasi pertumbuhan ekonomi 2019 melambat atau hanya mencapai 5,02 persen. Realisasi tersebut cukup jauh di bawah pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai 5,17 persen.
Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan pada kuartal IV/2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia naik 4,97 persen dibandingkan kuartal IV/2018. Sementara itu, dibandingkan kuartal III/2019, pencapaiannya terkontraksi 1,74 persen.
"Mempertahankan [pertumbuhan] 5 persen di situasi sekarang adalah tidak gampang. [Pertumbuhan] 5,02 persen di situasi yang menunjukkan pelemahan, ini cukup baik," paparnya dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Mengacu kepada data BPS, realisasi ini menjadi yang terendah sejak 2015, ketika angkanya hanya naik 4,88 persen. Realisasi ini juga tidak memenuhi target pemerintah sebesar 5,3 persen maupun proyeksi Bank Indonesia (BI) sebesar 5,1 hingga 5,5 persen.
Menurut Suhariyanto sejumlah hal menjadi pengganjal pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari sisi global misalnya, perang dagang AS-China masih jauh dari selesai dan ada ketegangan politik di Timur Tengah. Hal ini memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global. Kegiatan industri di banyak negara juga mengalami perlambatan dan harga komoditas masih fluktuatif.
Suhariyanto mencontohkan harga Indonesia Crude Price (ICP) yang menunjukkan kenaikan 6,04 persen pada kuartal IV/2019 dibandingkan kuartal sebelumnya. Tapi jika dibandingkan dengan kuartal IV/2018, ada penurunan 2,61 persen.
Pertumbuhan ekonomi beberapa mitra dagang utama Indonesia juga turut melambat, misalnya China. Ekonomi China tumbuh melambat dari 6,5 persen pada kuartal IV/2018 menjadi 6 persen pada kuartal IV/2019.
Di dalam negeri, lanjut Suhariyanto, ada peningkatan belanja pemerintah pada kuartal IV/2019 dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal itu didasarkan pada naiknya realisasi transfer ke daerah dan dana desa.
"Tetapi, di sisi lain, belanja pemerintah pusat turun karena adanya penurunan belanja barang dan jasa serta belanja subsidi. Ini pasti berpengaruh ke komponen konsumsi pemerintah," terang Suhariyanto.
Adapun konsumsi rumah tangga turun tipis menjadi 5,04 persen sepanjang 2019, dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,05 persen.
Tetapi, jika dibandingkan antara kuartal IV/2019 dengan kuartal IV/2018, penurunannya terlihat lebih besar. Pada kuartal IV/2019, realisasinya adalah 4,97 persen, sedangkan pada kuartal IV/2018, tercatat sebesar 5,08 persen.