Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyatakan pemerintah akan mengumumkan strategi penurunan tarif gas yang akan dilaksanakan pada awal kuartal II/2020. Untuk itu, kementerian telah menyiapkan skema jika pemerintah memutuskan opsi nomor tiga atau membuka keran impor gas khusus sektor manufaktur.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah akan memilih entitas yang bisa menyediakan gas dengan tarif US$3,5 - US$4 per million british thermal unit (MMBtu) di pelabuhan domestik. Selain itu, izin impor hanya akan diberikan pada pengelola kawasan industri maupun industri yang berada di kawasan industri.
"Kalau diputuskan impor, belum diputuskan [opsi mana yang akan dipakai]. Itu salah satu opsi. Jadi, kita tidak membanjiri [pasar domestik dengan] gas kecuali untuk [kebutuhan produksi] industri," ujarnya di Kementerian Perindustrian, Rabu (5/2/2020).
Agus meramalkan nantinya industri pengguna gas akan mendapatkan tarif sekitar US$4 - US$4,5/MMBtu. Dengan kata lain, kementerian memproyeksikan proses regas sekitar US$0,5/MMBtu.
Agus menyampaikan tidak ada aturan yang memberatkan opsi nomor tiga tersebut. Adapun, Agus merencanakan pihaknya nanti akan menghitung dan memverifikasi kebutuhan gas tiap pabrikan terkait penerbitan izin impor jika opsi nomor tiga dipilih.
Agus berujar pemilihan opsi nomor tiga pasti akan mengundang beban tambahan ke defisit neraca perdagangan sektor swasta. Namun demikian, lanjutnya, hal tersebut akan ditutup oleh peningkatan daya saing pabrikan nasional yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga
Agus menilai sektor manufaktur akan mengalami peningkatan daya saing signifikan jika tarif gas di industri senilai US$4 - US$6/MMBtu. Menurutnya, penurunan biaya produksi akan membuat produk pabrikan lokal bisa berkompetisi dengan produk asing.
"Benefit-nya sudah jelas [jika tarif gas industri turun], dan benefit-nya untuk perekonomian secara menyeluruh, bukan hanya untuk industri. Itu [benefit-nya] pasti akan besar," ucapnya.