Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi produksi siap jual (lifting) minyak PT Pertamina EP sepanjang tahun lalu tercatat meleset dari rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) maupun target APBN 2019.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama dengan Komisi VII DPR RI, Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf memaparkan bahwa realisasi lifting minyak sepanjang 2019 yakni 82.194 barel per hari (bopd).
Jumlah itu terpaut tipis dari target dengan capaian 99,6 persen dari target WP&B sebesar 82.500 bopd dan 96,7 persen dari target APBN sebesar 85.000 bopd.
Hasil sama pun terjadi dari realisasi lifting gas, yang ikut tidak mencapai target. Pasalnya, sepanjang 2019 perseroan hanya merealisasikan lifting gas sebesar 749 juta kak kubik per hari (mmsfcd).
Nanang mengungkapkan bahwa realisasi itu hanya mencapai 97,5 persen dari target RKAP sebesar 768 mmsfcd dan 92,5 persen dari target APBN sebesar 810 mmsfcd.
“Salah satu penyebab tidak tercapai lifting karena ada berapa masalah di penyerapan contoh di Matindok dan Donggi karena harga spot turun sehingga ada curtailment,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Baca Juga
Dari sisi kinerja keuangan, perseroan mencatatkan pendapatan senilai US$3,555 miliar, atau masih di bawah target tahun lalu senilai US$3,808 miliar. Pertamina EP juga merealisasikan pembelanjaan yang lebih rendah yakni US$1,890 miliar dari target 2019 senilai US$1,932 miliar.
Sementara itu, realisasi cost recoverable perseroan tercatat senilai US$1,957 miliar, atau meningkat dari target 2019 senilai US$1,535 miliar.
Adapun, realisasi pembagian untuk pemerintah tercatat senilai US$958 juta, lebih rendah dibandingkan dengan target 2019 US$1,124 miliar. Di sisi lain, net contractor yang dicatatkan perseroan pada 2019 senilai US$639 juta, lebih rendah dari target US$756 juta.
“Banyak kinerja keuangan tidak tercapai salah satunya dari harga minyak, asumsi APBN US$70 per barel realisasinya US$62,7 jadi perkiraan harga minyak cukup besar deviasinya,” ungkapnya.