Bisnis.com, JAKARTA -- Penutupan penerbangan dari dan ke China sebagai antisipasi dari penyebaran virus Corona dianggap berdampak buruk terhadap bisnis maskapai, sehingga bentuk insentif perlu dipikirkan.
Pengamat Penerbangan Indonesia Aviation Center Arista Atmadjati menilai penutupan berdampak setidaknya terhadap dua hal utama, yakni pertama, kehilangan expected revenue bagi sejumlah maskapai regular dan charter seperti Garuda, Batik, Lion, Sriwijaya, dan Citilink dalam pencapaian target pendapatannya pada 2020. Kedua, mengenai utilisasi pesawat wide body seperti Airbus 330, serta narrow body B737-800NG dan Airbus 320 akan menjadi terganggu.
"Alangkah lebih bagus bila regulator, selama larangan sementara terbang ke China, memberikan insentif-insentif bagi maskapai, seperti diskon landing atau parking fee di seluruh bandara Indonesia. Dengan ini, maskapai bisa mengalihkan penerbangannya ke rute-rute domestik," ujarnya, Senin (3/2/2020).
Dia menambahkan dampak buruk bagi maskapai semakin terasa karena pelarangan terbang ini bertepatan pada awal low season bagi industri penerbangan, yakni pada Februari hingga Mei. Adanya insentif tersebut bisa membuat kinerja maskapai terbantu.
Pihaknya menyebutkan insentif lain yang dapat diberikan diantaranya pajak suku cadang, biaya perawatan pesawat, biaya navigasi, dan biaya lainnya selama masa low season dan dampak Corona.
Baca Juga
Sementara itu, Kementerian Perhubungan memberikan solusi bagi maskapai yang terkena dampak pembatalan penerbangan ke China dengan memanfaatkan destinasi lain di Asia Barat dan Australia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pemilihan dua wilayah tersebut memiliki potensi karena selama ini belum banyak dioptimalkan. Pernyataan tersebut bisa menjadi solusi bagi pemenuhan utilisasi pesawat maskapai yang sebelumnya melayani penerbangan ke Negeri Tirai Bambu.