Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menyatakan penurunan harga gas dapat memicu perang harga antar pabrikan lokal.
Asosiasi mendorong agar pabrikan menggunakan keleluasaan finansial dari penurunan harga gas untuk mengganti mesin baru dan mengembangkan desain.
Ketua Dewan Pembina Asaki Elisa SInaga mengatakan penurunan harga gas dapat membuat pabrikan bernapas. Pasalnya, ujarnya, selisih antara biaya produksi produksi dan harga jual hampir tidak ada.
"Selama ini agak berat sekali, bertahan saja susah. Beberapa [pabrikan utilitasnya] turun. Kalau sekarang paling tidak sudah bisa bertahan," ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (31/1/2020).
Elisa menyarankan agar pabrikan meningkatkan efisiensi produksi dengan mengganti mesin pasca penurunan harga gas. Elisa memproyeksikan peningkatan efisiensi yang dihasilkan dapat mengimbangi daya saing keramik jebolan India, Vietnam dan China.
Elisa menyebutkan pabrikan keramik masih belum dapat memanfaatkan pergerakan pasar untuk tumbuh. Pasalnya, saat ini permintaan keramik dari proyek-proyek konstruksi sedang lesu.
Selain itu, pasar keramik domestik juga terus dipenuhi oleh keramik impor. Elisa mendata volume keramik impor sekitar 40 meter persegi (square meter/sqm) pada 2013. Adapun, lanjutnya, keramik impor pada tahun lalu mencapai 80 sqm atau naik 100%.
Di sisi lain, Elisa mencatat investasi pada industri keramik pada tahun lalu cukup lambat. Menurutnya, investasi pada industri keramik pada 2019 hanya datang dari pabrikan tableware mencapai Rp1 triliun.
Elisa mengatakan belum melihat adanya investasi pembangunan pabrik baru pada tahun ini. Menurutnya, investasi pada industri keramik akan datang darii penggantian mesin pabrikan dan pengembangan desain.
"Belum dilihat [ada investasi pabrik baru], tapi 2021 memungkinkan [ada yang masuk untuk pabrik baru]," katanya.