Bisnis.com, JAKARTA – Meningkatnya wabah virus corona (coronavirus) jenis baru di China dipandang dapat memukul ekonomi Jepang lebih keras dibandingkan dengan wabah SARS pada tahun 2003.
Sektor pariwisata telah berkontribusi besar bagi pertumbuhan Jepang selama satu dekade terakhir, sementara turis asal China dikenal tak pelit membelanjakan uangnya.
Itulah sebabnya mengapa keputusan pemerintah China pada Sabtu (25/1/2020) untuk mulai melarang tur kelompok wisata keluar negeri sebagai upaya guna membendung penyebaran virus tersebut memunculkan kekhawatiran terhadap sejumlah ekonom Jepang.
Menurut ekonom Shuji Tonouchi di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley, jika jumlah pengunjung yang jauh lebih tinggi kini jatuh dengan laju sama seperti yang terjadi selama wabah SARS pada 2003, pertumbuhan Jepang dapat terpangkas sebesar 0,2 poin persentase.
SARS atawa sindrom pernapasan akut berat, yang juga disebabkan oleh keluarga virus corona, saat itu merenggut hampir 800 nyawa dan menjangkiti lebih dari 8.000 orang di seluruh dunia.
Ekonom Lembaga Penelitian Nomura, Takahide Kiuchi, bahkan menilai apabila krisis wabah akibat virus corona baru berlarut-larut selama satu tahun penuh, ekspansi Jepang dapat tercukur 0,45 poin persentase.
Baca Juga
Wabah virus corona baru, yang sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 80 orang dan menginfeksi hampir tiga ribu orang, terjadi di kala penduduk China menyambut liburan Tahun Baru Imlek, yang biasanya merupakan migrasi manusia tahunan terbesar di dunia.
Kejadian ini juga menambah beban untuk Jepang. Produk domestik bruto (PDB) Negeri Sakura diperkirakan akan menyusut 3,7 persen pada kuartal IV/2019 di tengah kemerosotan ekspor dan kekeringan belanja konsumen pascakenaikan pajak penjualan Oktober.
Para ekonom sebelumnya memperkirakan pengeluaran pemerintah akan mendorong rebound sebesar 1 persen pada kuartal ini, tetapi krisis virus corona menambah faktor penurunan baru.
“Mengingat periode Tahun Baru Imlek dan meningkatnya perjalanan ke luar China disertai kenaikan turis China, saya memperkirakan dampak terhadap ekonomi akan menjadi lebih besar,” tutur Shoji Hirakawa, pakar strategi di Tokai Tokyo Research Institute, dalam sebuah catatan.
Booming pariwisata Jepang telah menjadi salah satu dari beberapa kisah sukses ekonomi di bawah pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Dibantu oleh langkah-langkah pemerintah untuk melonggarkan persetujuan visa, jumlah turis ke Jepang telah melonjak hampir empat kali lipat menjadi 31,9 juta sejak 2012.
“Hal tersebut sekaligus mendukung sektor-sektor mulai dari kosmetik hingga barang-barang konsumsi dan hospitality yang berkontribusi hampir 1 persen dari PDB pada tahun 2018,” tambah Tonouchi, seperti dilansir Bloomberg.