Bisnis.com, JAKARTA - Menteri ESDM mengakui belum bisa menyesuaikan seluruh harga gas pada tujuh sektor industri. Sejauh ini, baru tiga sektor yang harga gasnya telah sesuai Peraturan Presiden No.40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
"Harga gas yang belum disesuaikan sektor keramik, kaca, sarung tangan karet dan oleokimia," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Senin (27/1/2020).
Industri sarung tangan karet dan oleokimia menjadi sektor yang mendapat harga gas paling tinggi, yakni masing-masing US$9 per MMBtu dan US$8-US$10 per MMBtu. Menyusul dua sektor tersebut adalah keramik dengan harga gas US$7,7 per MMBtu dan kaca US$7,5 per MMBtu.
Untuk industri pupuk, penyesuaian harga gas terjadi di PT Pupuk Kalimantan Timur 1-4 dengan harga US$3,99 per MMBtu, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang US$6 per MMBtu, PT Pupuk Iskandar Muda US$6 per MMBtu, dan PT Pupuk Kujang US$5,84 per MMBtu.
Untuk industri petrokimia, pemerintah menetapkan harga gas PT Petrokimia Gresik senilai US$6 per MMBtu dan PT Kaltim Parna Industri US$4,04 per MMBtu. Sementara itu, harga gas untuk sektor baja dikenakan sebesar US$6 per MMBtu di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Sejauh ini, pemerintah memiliki tiga opsi untuk menurunkan harga gas guna mengikuti mandat Perpres No.40/2016. Pertama, pemerintah berencana mengurangi bagian negara serta efisiensi penyaluran gas.
Kedua, mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk memenuhi kebijakan DMO Gas. Ketiga, memberikan kemudahan bagi swasta mengimpor gas untuk pengembangan kawasan-kawasan industri yang belum memiliki/terhubung dengan jaringan gas nasional.