Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dewan Teh Usulkan Moratorium dan Pemanfaatan Perhutanan Sosial

Dewan Teh Indonesia (DTI) telah mengusulkan moratorium pelarangan alih fungsi area perkebunan teh ke pemerintah demi meredam tren penyusutan lahan komoditas tersebut.
Kebun teh./Antara
Kebun teh./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Teh Indonesia (DTI) telah mengusulkan moratorium pelarangan alih fungsi area perkebunan teh ke pemerintah demi meredam tren penyusutan lahan komoditas tersebut.

"Kami sudah sampaikan surat ke Sekretariat Negara dengan tembusan kementerian terkait untuk moratorium kebun teh selama 5 tahun ke depan. Kami usulkan lahan yang ada sekarang jangan diubah untuk kepentingan lain, namun sejauh ini belum ada aksi lanjutan," ujar Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia Suharyo Husen kala dihubungi Bisnis, Rabu (15/1/2019).

Selama kurun waktu 2015–2019, Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat area perkebunan teh cenderung turun 0,27% setiap tahunnya dari 114.891 hektare (ha) menjadi sekitar 113.029 ha pada 2019. Adapun berdasarkan laporan Outlook Teh 2017, selama kurun waktu 2013–2017, rata-rata luas areal teh perkebunan rakyat dan perkebunan badan negara masing-masing turun sebesar 1,16 persen dan 0,83%.

Selain usulan tersebut, Suharyo pun menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk memberikan izin pengelolaan lahan perhutanan sosial. Dia menyebutkan luas area yang diajukan mencapai 53.000 ha dan berlokasi di luar Pulau Jawa.

"Kami usulkan pengembangan 53.000 hektare di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, tapi tentunya daerah dataran tinggi. Yang ditanam nantinya teh organik," ujar dia.

Suharyo mengemukakan sejauh ini usulan tersebut tengah dibahas dengan pihak KLHK. Pasalnya, untuk pengembangan lahan seluas itu, diperlukan kesiapan petani, lahan dan juga bibit yang memadai. Dia pun mengemukakan diperlukan investasi untuk mendukung pengembangan pabrik pengolahan di daerah-daerah baru tersebut.

"Jika ini disepakati dan bisa berjalan, modelnya akan berbentuk plasma antara koperasi petani dan pabrik. Jika ada tambahan area, produksi pada 2030 berpotensi bertambah," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper