Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tren neraca dagang Indonesia ke depan belum bisa diprediksi mengingat belum ada kepastian akan kesepakatan dagang fase 1 antara Amerika Serikat dan China.
“Kita lihat dulu. Kalau dia sudah firm, itu kan akan memengaruhi harga komoditas. Nah, dengan begitu ekspor impor kita bisa diprediksi ke depan,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (15/1/2020).
Dalam data BPS disebutkan bahwa sepanjang Januari-Desember 2019, negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia tertinggi, yaitu China yang mencapai US$25,85 miliar (16,68%), Amerika Serikat senilai US$17,68 miliar (11,41%), dan Jepang US$13,75 miliar (8,87%).
Sementara untuk impor sepanjang Januari–Desember 2019, nilai impor Indonesia dari China mencapai US$44,58 miliar, Jepang senilai US$15,59%, dan Thailand senilai US$9,41 miliar.
Meskipun demikian, penggunaan barang impor Indonesia pada Januari–Desember 2019 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada 2018.
Untuk impor barang konsumsi sepanjang 2019 mencapai US$16,41 miliar, turun 4,51% dibandingkan 2018 senilai US$17,18 miliar. Impor bahan baku/penolong US$125,9 miliar, turun 11,07% dibandingkan periode sebelumnya yang senilai US$141,58.
Impor barang modal pada tahun lalu mencapai US$28,41 miliar, lebih rendah 5,13% dibandingkan periode 2018 yang mencapai US$29,95 miliar. Adapun neraca dagang Indonesia pada 2019 mengalami defisit senilai US$3,2 miliar.