Bisnis.com, JAKARTA - Biaya pengeluaran setiap bulan untuk kebutuhan listrik dibandingkan telekomunikasi seperti pulsa telepon maupun internet dinilai lebih mahal. Benarkah demikian?
Direktur Pengadaan Strategis PLN I Sripeni Inten Cahyani mengatakan biaya listrik per bulan masyarakat untuk golongan tarif 450 kilovolt ampere (kVa) dapat mencapai Rp50.000. Biaya tersebut keluar jika penggunaan listrik hanya digunakan untuk penerangan dan memenuhi sejumlah kebutuhan dasar.
Soal biaya pulsa internet, masyarakat setidaknya bisa mengeluarkan biaya hingga Rp150.000 setiap bulannya.
Menurutnya, hingga saat ini masyarakat masih menilai biaya listrik lebih mahal dibandingkan pulsa telepon. Padahal, jika dibandingkan, listrik lebih dibutuhkan daripada pulsa telepon.
"Ini perlu edukasi kepada masyarakat," katanya, Selasa (14/1/2020).
Adapun pemerintah melalui Kementerian ESDM telah merilis keputusan untuk tidak menaikkan tarif listrik selama kuartal I/2020 atau dari Januari sampai Maret 2020. Tarif listrik seharusnya mengalami kenaikan merujuk pada perubahan parameter kurs rupiah, inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP), dan harga patokan batu bara.
Secara rinci, tarif listrik sebesar Rp1.467,28/kWh tetap berlaku untuk pelanggan tegangan rendah, yaitu R-1 rumah tangga kecil dengan daya 1300 VA, R-1 rumah tangga kecil dengan daya 2200 VA, R-1 rumah tangga menengah dengan daya 3.500-5.500 VA, R-1 rumah tangga besar dengan daya 6.600 VA ke atas, B-2 bisnis menengah dengan daya 6.600 VA sd 200 kVA, P-1 kantor pemerintah dengan daya 6.600 VA sd 200 kVA, dan penerangan jalan umum.
Sementara itu, tarif sebesar Rp1.352/kWh tetap berlaku untuk rumah tangga daya 900 VA (R-1/900 VA-RTM). Pelanggan dengan tegangan menengah yaitu B-3 bisnis besar dengan daya di atas 200 kVA dan P2 kantor pemerintah dengan daya di atas 200 kVA tetap berlaku tarif sama, yakni Rp1.114,74/kWh.
Pelanggan tegangan tinggi,yaitu I-4 Industri besar dengan daya 30 MVA ke atas tetap berlaku tarif sama juga, yakni Rp996,74/kWh.
Adapun tarif tenaga listrik untuk 25 golongan pelanggan bersubsidi lainnya juga tidak mengalami perubahan dan besaran tarifnya tetap. Sebanyak 25 golongan pelanggan ini tetap diberikan subsidi listrik, termasuk di dalamnya pelanggan yang peruntukan listriknya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), bisnis kecil, industri kecil, dan kegiatan sosial.
Guru Besar FTUI dan Ketua STT-PLN Iwa Garniwa mengatakan persepsi biaya listrik lebih mahal dibandingkan pulsa telepon muncul karena perbedaan pandangan akan kebutuhan. Masyarakat memandang listrik sebagai kebutuhan hajat hidup sehingga negara harus hadir untuk menjamin tarifnya tidak tinggi.
Sementara itu, pulsa internet merupakan gaya hidup sehingga masyarakat tidak masalah untuk mengeluarkan biaya tinggi.
"Sekali lagi ini persoalan persepsi dan rasa keadilan masyarakat terhadap fungsi dan kegunaan dari listrik dan pulsa internet," katanya.