Bisnis.com, JAKARTA — Nilai ekspor timah tahun ini diprediksi naik sekitar 5% dengan asumsi tensi perang dagang antara China dan AS mereda sehingga harga komoditas itu membaik di pasar global.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto mengatakan ekspor timah tahun ini masih bergantung pada kinerja harga timah.
“Kondisi tahun ini tergantung sekali dengan faktor makro. Mudah-mudahan China dan AS sepakat atas tarif dan perang dagang usai sehingga harga tak lagi tertekan. Dengan demikian, nilai ekspor bisa terkerek 5%,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Dia memperkirakan harga timah sepanjang tahun ini akan bisa di level US$18.700 per ton hingga US$20.600 per ton. Adapun sepanjang tahun lalu harga timah berada di kisaran US$15.567,50 per ton hingga US$21.782,50 per ton.
Selain itu, dia memprediksi produksi timah tahun ini akan mengalami kenaikan 6% dibandingkan dengan tahun lalu. Adapun, produksi setiap bulannya akan berkisar 5.000 ton hingga 6.000 ton pada tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, sepanjang tahun lalu, produksi timah Indonesia mencapai 69.763,66 ton atau sebesar 99,57% dari rencana produksi 69.996,00 ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor timah dari Januari hingga November 2019 mencapai US$1,17 miliar atau turun 19,17% dari periode yang sama tahun 2018 yang mencapai US$1,45 miliar.
Baca Juga
Untuk mengatasi kembali tertekannya harga timah di sepanjang tahun ini, kalangan pengusaha timah akan melakukan efisiensi dan membatasi ekspor apabila harga timah tengah tertekan.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk. Abdullah Umar berharap harga timah di tahun ini dapat berada di kisaran US$20.000 per ton. Tahun ini, perusahaan berkode emiten TINS ini akan kembali melakukan pengendalian volume ekspor sambil melihat kondisi harga logam timah.
“Kalau harga timah turun, tentu kami kendalikan volume ekspornya. Pengurangan ekspor timah bakal dilakukan pada kuartal pertama tahun ini,” tutur Abdullah.