Bisnis.com, JAKARTA — Dalam beberapa waktu terakhir, pengembang dipusingkan dengan aturan baru pelaporan pengakuan pendapatan lewat aturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 72 tentang Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan.
Menurut sejumlah pengembang, penerapan aturan tersebut akan memengaruhi angka keuntungan dan penjualan serta memengaruhi pembukuan perusahaan.
Praktisi pelaporan keuangan dan Partner PwC Indonesia Djohan Pinnarwan menjelaskan bahwa PSAK 72 berbeda dengan aturan sebelumnya, PSAK 44.
Hal itu dikarenakan PSAK 72 sudah tidak lagi mengenal pembedaan pengakuan pendapatan berdasarkan apakah penjualan tersebut adalah penjualan barang atau penjualan jasa.
Namun, secara prinsip, PSAK 72 juga membagi dua prinsip pengakuan pendapatan yaitu pengakuan pendapatan sepanjang waktu (revenue recognised over the time) yang lebih mirip dengan pengakuan pendapatan dari penjualan jasa dalam standar yang berlaku sekarang dan pengakuan pendapatan pada waktu tertentu (revenue recognised at a point in time) yang lebih mirip dengan pengakuan pendapatan dari penjualan barang dalam standar yang berlaku sekarang.
Menurut Djohan, memang penjualan produk real estat adalah salah satu contoh yang tidak begitu jelas sebenarnya apakah penjualan ini termasuk penjualan barang atau penjualan jasa.
Baca Juga
Apabila penjualan produk real estat adalah penjualan barang, pada umumnya pendapatan akan diakui pada waktu tertentu, yaitu saat barang tersebut diserahkan pengendaliannya kepada pelanggan. Namun, apabila penjualan produk real estat adalah penjualan jasa real estat, pendapatan akan diakui sepanjang waktu sama seperti perusahaan kontraktor mengakui pendapatan sepanjang waktu seiring dengan penyediaan jasa konstruksi untuk pembangunan real estat.
“Yang tidak begitu jelas adalah apakah perusahaan real estat khususnya yang menjual produk real estat kepada pelanggan sebenarnya menjual produk real estat atau hanya kontraktor yang membangunkan aset yang memang dimiliki oleh pelanggan,” ungkap Djohan melalui laporan tertulis yang diterima Bisnis, Senin (13/1/2020).
Pembedaan ini, lanjutnya, penting untuk menentukan bagaimana akuntansi dapat mencerminkan substansi transaksi penjualan produk real estat tersebut dalam laporan keuangan.
Djohan menjelaskan bahwa penjualan produk real estat dalam PSAK 72 dapat diakui sebagai pendapatan sepanjang waktu, seperti percentage of completion apabila perusahaan memiliki hak yang dapat dipaksakan untuk pembayaran kinerja konstruksi yang telah diselesaikan sampai tanggal pelaporan keuangan.
Substansi untuk transaksi tersebut lebih dekat dengan perusahaan real estat sebagai perusahaan kontraktor yang memberi jasa konstruksi atau pembangunan aset real estat milik pelanggan sejak awal dan selama proses konstruksi.
Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi, penjualan produk real estat dalam PSAK 72 hanya bisa diakui sebagai pendapatan pada waktu tertentu yaitu saat produk real estat selesai dikonstruksi dan diserahkan pengendaliannya ke pelanggan.
“Apakah berarti uang yang telah dicicil oleh pelanggan menjadi hilang dari laporan keuangan karena tidak diakui pendapatannya? Tidak sama sekali, penerimaan uang ini akan diakui dan disajikan sebagai uang muka pelanggan konsisten dengan penyajian liabilitas lainnya dan baru diakui sebagai pendapatan saat aset real estat diserahterimakan dan pengendaliannya berpindah kepada pelanggan,” lanjutnya.
Djohan mengimbau agar ada peninjauan kembali pada aturan tersebut untuk memperjelas posisi perusahaan real estat dalam posisi penjual barang atau jasa sehingga penerapan aturan ini tidak menyulitkan pengembang.