Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) menyatakan telah melakukan kontrak jangka panjang dengan waktu kurang lebih 5 tahun untuk memenuhi kebutuhan batu bara yang terus naik.
Adapun hingga akhir 2019, telah terjadi peningkatan tambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga 3.017 MW. Pada 2020, akan ada penambahan kapasitas PLTU hingga 5.000 MW seiring dengan meningkatnya realisasi megaproyek 35.000 MW.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028, proyeksi kebutuhan batu bara terus mengalami peningkatan sejak 2013. Realisasi kebutuhan batu bara pada 2013 adalah sebanyak 53,6 juta ton dan melonjak hingga mencapai 91,1 juta ton pada 2018.
Pada 2019, kebutuhan batu bara mencapai 97 juta ton. Sementara itu, dari 2020 hingga 2028 secara berturut-turut proyeksi kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik sebanyak 109 juta ton, 121 juta ton, 129 juta ton, 135 juta ton, 137 juta ton, 126 juta ton, 133 juta ton, 144 juta ton, dan 153 juta ton.
Khusus pada 2025, proyeksi kebutuhan batu bara memang turun sebesar 11 juta ton dari tahun sebelumnya menjadi 126 juta ton karena sejumlah PLTU lama yang berhenti beroperasi. PLTU yang telah memiliki usia lebih dari 30 tahun berhenti beroperasi dan mulai akan digantikan PLTU baru yang beroperasi di tahun-tahun setelahnya.
Direktur PLN Regional Jawa Madura Bali Haryanto WS mengatakan kontrak jangka panjang akan mengamankan kebutuhan batu bara PLN di tengah semakin meningkatnya kapasitas PLTU.
Kontrak batu bara untuk pembangkitan pada tahun ini masih melanjutkan kontrak yang digunakan pada tahun lalu. Apalagi, pemerintah kembali menerapkan wajib pasok batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dan harga khusus.
"Pokoknya berapapun kami akan ambil. Pemerintah sudah menjamin DMO diperpanjang, jadi tidak ada alasan tidak ada batu bara," katanya, Senin (13/1/2020).
Soal rencana akuisisi perusahaan tambang untuk memastikan kebutuhan batu bara PLN, Hariyanto enggan membahasnya. "Jangan bicara itu dulu," katanya singkat.