Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memilih opsi memangkas bagian negara dari penjualan gas alam cair (LNG) untuk memastikan harga gas di hilir maksimal US$6 per MMBtu.
Nantinya, produsen LNG didorong menawarkan sisa produksi LNG yang belum terkontrak ke PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. terlebih dahulu sebelum melepasnya ke pasar spot internasional.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto memastikan langkah ini tidak akan merugikan produsen LNG dalam negeri.
Saat ini, Ditjen Migas Kementerian ESDM telah meminta PGN untuk menghitung kisaran harga LNG yang dibutuhkan agar harga gas di hilir maksimal US$6 per MMBtu. Adapun Djoko menjelaskan harga jual LNG di pasar spot internasional masih di bawah US$5 per MMBtu.
“Misalnya harga spot LNG kan biasanya yang tertinggi, begitu [PGN] katakan [harga] US$4-5 per MMBtu, hulunya keekonomiannya [kan] berkurang. Maka berapa bagian pemerintah dikurangi sehingga harga US$ 4-5 per MMBtu tadi. Bagian kontraktor tidak diganggu gugat,” katanya, Rabu (8/1/2020).
Atas usulan Kementerian ESDM, Djoko menyebut PGN mulai berhitung dan akan keluar hasilnya dalam beberapa waktu ke depan. Nantinya, harga LNG dihitung dari harga gas US$6 per MMBtu dikurangi biaya penyaluran gas.
"Kalau harga lelang katakanlah US$5 per MMBtu, PGN sanggupnya US$4 per MMBtu, yg US$1 ini bagian pemerintah dikorbankan,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut rencana ini, Djoko akan menyurati semua produsen LNG untuk tidak melelang spot kargo sebelum ditawarkan ke PGN.
Djoko menambahkan PGN dapat menjual gas pada harga US$6 per MMBtu selama seluruh fasilitas gasnya beroperasi sesuai kapasitasnya. Dengan fasilitas beroperasi penuh dan penjualannya lebih besar, maka ongkos angkut gas lewat pipa (toll fee) yang dibebankan ke pembeli juga menurun.
“Harga bisa turun dan untung PGN bisa sama, tetapi volumenya gasnya harus besar. Itu yang ditawarkan PGN,” tambahnya.
Sejauh ini, PGN mengoperasikan dua unit penerimaan dan regasifikasi terapung (FSRU) di Lampung dan Jawa Barat, serta satu terminal regasifikasi di Arun, Aceh. Selain itu, PGN juga mengelola pipa gas sepanjang lebih dari 10.000 kilometer (km).