Bisnis.com, JAKARTA - Eksploitasi hiu dan pari terbilang cukup tinggi baik sebagai target tangkapan utama maupun tangkapan samping.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono mengatakan penyebabnya karena hiu dan pari memiliki nilai ekonomis tinggi untuk konsumsi dan juga sebagai objek wisata.
Akibatnya, populasi ikan hiu dan pari di dunia pun terus mengalami penurunan. Beberapa jenis dari kedua fauna laut ini telah masuk ke dalam daftar Apendiks CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Sejumlah ketentuan lantas diatur, seperti pengelolaan sumber daya ikan harus mengedepankan aspek keberlanjutan (sustainability), sesuai aturan (legality), dan ketertelusuran (traceability).
"Pada CoP ke-18 CITES di Jenewa Swiss, beberapa jenis hiu dan pari, seperti hiu mako, pari gitar, dan pari liong bun telah dimasukan ke dalam daftar Apendiks II CITES," sebut Aryo dikutip Bisnis melalui siaran pers, Selasa (7/1/2020).
Di Indonesia, setidaknya terdapat 218 jenis ikan hiu dan pari, meliputi 114 jenis hiu, 101 jenis pari dan tiga jenis ikan hiu hantu yang termasuk ke dalam 44 suku. Di tengah populasi yang terus menurun ini, Aryo menilai sangat penting membekali petugas KKP di lapangan dengan pengetahuan dari aspek regulasi, biologi, ekologi, proses identifikasi, dan pelaporan pemanfaatan hiu dan pari.
Oleh karena itu, KKP menggelar training of trainers (TOT) identifikasi hiu dan pari, yang diselenggarakan pada 6-10 Januari 2020. KKP dalam hal ini bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia dan Centre for Environment, Fisheries, and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris.
"TOT ini merupakan bagian dari implementasi kerja sama antara KKP, CEFAS, The University of Salford, dan WCS yang ditandatangani pada 2018," imbuh Aryo.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi menambahkan unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen PRL yaitu Balai/Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL/LPSPL) telah melakukan pengelolaan hiu dan pari secara aktif dengan memberikan rekomendasi pada setiap produk hiu dan pari yang akan diekspor, sebelum diterbitkan sertifikat HC oleh karantina ikan.
Guna mencegah perdagangan illegal Hiu dan Pari yang dilindungi dan dilarang ekspor, petugas verifikasi yang ada di BPSPL/LPSPL melakukan identifikasi produk sebelum dilalulintaskan. "Akan tetapi pada pelaksanaannya sangat sulit untuk mengetahui asal produk karena minimnya informasi, catatan dan dokumentasi produk saat penangkapan," ungkap Andi.
Oleh karena itu, KKP bekerja sama dengan WCS dan CEFAS untuk menyusun modul pelatihan yang akan menjadi pedoman bagi calon pelatih identifikasi hiu dan pari. Kerja sama ini diketuai oleh Joanna Murray, didampingi oleh Jonathan Hulland dari CEFAS.
"Melalui TOT yang dilaksanakan bersama WCS dan CEFAS, diharapkan peserta dapat memiliki keterampilan dan kualifikasi untuk melatih identifikasi hiu dan pari," tegasnya.