Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi sepanjang tahun 2019 yang tergolong rendah pada angka 2,72% dinilai sebagai capaian yang positif.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan bahwa saat ini perekonomian Indonesia memang membutuhkan tingkat inflasi yang stabil dan rendah.
Namun, Piter mencatat bahwa inflasi yang rendah sepanjang tahun 2019 salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi yang terus melambat.
Hal ini tampak dari beberapa indikator seperti indeks penjualan riil (IPR) indikator penjualan ritel, serta indeks keyakinan konsumen.
Untuk diketahui, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa IPR per kuartal III/2019 tercatat tumbuh sebesar 1,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kuartal III/2019 yang mencapai 4,7% (yoy).
"Dengan data ini saya meyakini inflasi yang rendah tahun ini lebih banyak dipengaruhi pertumbuhan demand yang sangat terbatas," ujar Piter, Kamis (2/1/2020).
Di sisi lain, pemerintah dipandang mampu menjaga ketersediaan pangan sehingga inflasi pada komponen volatile food pun tergolong rendah. Harga barang-barang bersubsidi pun juga berhasil dijaga sehinga tidak ada lonjakan yang berarti pada inflasi komponen administered price.
"Kombinasi kemampuan pemerintah menjaga harga komponen volatile food dan administered price dengan terbatasnya pertumbuhan demand menghasilkan inflasi yang rendah," ujar Piter.
Untuk 2020, Piter berpendapat bahwa daya beli masyarakat akan cenderung menurun akibat kenaikan harga dari beberapa komponen administered price seperti cukai rokok dan tarif iuran BPJS.
Padahal, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB adalah yang paling tinggi (56%). "Artinya dengan kenaikan-kenaikan tersebut bisa mengganggu perekonomian, menghambat pertumbuhan ekonomi," kata Piter.
Dalam rangka memberikan stimulus terhadap konsumsi rumah tangga pada 2020 di tengah kenaikan beberapa komponen tarif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan presiden sudah memerintahkan kepada kementerian dan lembaga (K/L) untuk memanfaatkan instrumen fiskal semaksimal mungkin untuk mendukung perekonomian.
Hal ini terutama untuk belanja bantuan sosial (bansos) yang berfungsi untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin dan hampir miskin.
"Ini bertujuan untuk mempertahankan diri dari ekonomi global dan ini merupakan tantangan yang tidak mudah melihat proyeksi ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih," ujar Sri Mulyani, Kamis (2/1/2020).