Bisnis.com, JAKARTA–Upah minimum kabupaten/kota (UMK) tidak bisa dijadikan alasan atas merosotnya investasi pada sektor sekunder atau manufaktur dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal, masih terdapat faktor sistemik lain yang masih luput dari pantauan pemerintah antara lain masalah energi, logistik, kemudahan memperoleh bahan baku, dan kebijakan perdagangan serta ekspor yang justru tidak mendukung manufaktur.
Memang, untuk tahun depan sangat masuk akal untuk mengekspektasikan adanya kenaikan investasi di sektor manufaktur mengingat sudah berlalunya tahun politik.
Meski demikian, kenaikan realisasi investasi pada sektor manufaktur diproyeksikan hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan 2019 dan tidak akan mungkin melampaui realisasi investasi di sektor manufaktur pada 2018.
Untuk diketahui, investasi pada sektor manufaktur terus ambles menjadi tinggal Rp222,3 triliun pada 2018 dan per Januari hingga September 2019 mencapai Rp147,3 triliun.
Untuk tahun depan, realisasi investasi ditargetkan mencapai Rp886 triliun dengan investasi pada sektor sekunder yakni manufaktur mencapai Rp246,3 triliun.
"Kebijakan atas UMK ini tidak akan banyak berpengaruh di luar Jawa, mungkin hanya berpengaruh bagi daerah yang sudah eksisting manufaktur yakni di Jawa," ujar Faisal, Senin (30/12/2019).
Di lain pihak, ekonom Indef Andry Satrio menilai faktor yang menjadi pengganjal investasi di sektor manufaktur bukanlah masalah pengupahan baik UMP maupun UMK.
Faktor terbesar yang menjadi ganjalan investasi di sektor manufaktur adalah problem institusional seperti pungutan liar yang masih marak terjadi meski pemerintah sudah sering sekali mendengungkan mengenai reformasi birokrasi.
Biaya-biaya produksi seperti kenaikan upah dapat diperhitungkan dengan jelas, berbeda dengan masalah pungutan yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Adapun fenomena perpindahan pabrik dari tempat dengan UMK tinggi menuju tempat dengan UMK rendah lebih disebabkan oleh gagalnya pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan upah dan perkembangan usaha di satu wilayah.
Pemerintah masih gagal menyiapkan SDM yang memiliki skill di sektor jasa. "Ketika industri bergeser, pekerjanya tidak bergeser. Seharusnya pekerjanya beralih ke sektor jasa, tapi sekarang menjadi calon pengangguran," ujar Andry, Senin (30/12/2019).