Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja PNBP Komoditas Masih Seret

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan penurunan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ataupun PPh migas terjadi mengikuti penurunan aktivitas bisnisnya.
ilustrasi/Bisnis.com
ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas yang masih tertekan serta merosotnya kinerja produksi minyak dan gas bumi (migas) menjadi faktor penentu realisasi penerimaan negara dari sektor ini yang jauh dari target.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan penurunan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ataupun PPh migas terjadi mengikuti penurunan aktivitas bisnisnya.

Selain itu, adanya pemangkasan ekspor minyak jatah KKKS yang diserap untuk Pertamina juga memengaruhi adanya pengurangan bea keluar.

"Karena aktivitas dunia usaha melambat, apalagi untuk komoditas masih slow down dan belum bisa pulih. Kita lihat saja seperti PNBP batu bara yang turun karena lesu permintaan. Begitu juga sawit," katanya, saat dihubungi Bisnis, Jumat (27/12/2019).

Terlepas tertekan akibat situasi global, Bhima menyarankan pemerintah lebih jitu dalam memasang asumsi makro, terutama yang berkait sektor komoditas. Dengan selisih asumsi yang jauh, kata Bhima, beban akan terasa di pundak para pencari PNBP.

"Tapi memang asumsi marko itu menantang. Kami mengkritik karena asumsinya jauh sekali dari kenyataan, harusnya asumsi ICP diturunkan lagi, kalau enggak kasihan yang mengejar PNBP-nya."

Dalam asumsi makro APBN 2019, pemerintah menetapkan ICP sebesar US$70 per barel, dengan kurs Rp15.000 per dolar Amerika Serikat. Padahal, realisasi ICP hingga November US$63,26 per barel dengan kurs Rp14.102 per dolar Amerika Serikat.

Berdasarkan data pemerintah, penerimaan migas 2019 yang terdiri dari penerimaan negara bukan pajak dan PPh Migas ditargetkan mencapai Rp234,8 triliun.

Sementara itu, realisasi PNBP per 20 Desember 2020 tercatat Rp159,78 triliun dari target Rp168,6 triliun. Di sisi lain, realisasi PPh migas tercatat Rp52,89 triliun dari target Rp66,2 triliun hingga November.

Melihat realisasi PPh migas, sebelumnya, Kementerian Keuangan merilis bahwa jenis pajak yang mengalami kontraksi yakni PPh migas mencapai -11,51% (yoy) per November 2019.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan turunnya penerimaan PPh migas tidak terlepas dari menguatnya nilai tukar rupiah, serta turunnya harga ICP serta lifting migas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper