Bisnis.com, JAKARTA – Komoditas sawit dinilai bisa memberi jawaban dalam pemenuhan kebutuhan minyak nabati global yang terus meningkat. Di antara komoditas sumber minyak nabati lainnya, sawit tercatat memiliki efisiensi produksi yang paling tinggi.
Adapun populasi penduduk dunia diperkirakan bakal mencapai 8 miliar pada 2025 diiringi dengan kebutuhan minyak nabati yang tumbuh 36,4 juta ton dari 190,22 juta ton pada 2017 menjadi 226,7 juta ton.
Pimpinan Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan bahwa untuk memenuhi peningkatan konsumsi tersebut, luas perkebunan sawit setidaknya perlu bertambah hingga 9 juta hektare (ha). Kebutuhan lahan ini cenderung lebih rendah dibandingkan komoditas minyak nabati lain seperti kedelai, rapeseed, dan bunga matahari.
Daniel mengemukakan perluasan penanaman kedelai memerlukan 70 juta ha untuk mencapai produksi yang sama dengan produktivitas rata-rata 0,52 ton per ha. Sementara rapeseed dan bunga matahari, masing-masing memerlukan 36,7 juta ha dan 51,26 juta ha.
"Dengan fakta bahwa sawit butuh lahan paling sedikit dan produktivitasnya paling tinggi, apakah kampanye negatif pada sawit relevan?" ujarnya dalam diskusi Bisnis Longue dengan tema "Memperjuangkan Kepentingan Sawit di Pasar Global" di Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (17/12/2019).
Alih-alih melancarkan kampanye negatif pada sawit, Daniel berpendapat negara-negara di kawasan Eropa seharusnya memberi dukungan pada Indonesia mengingat sebagian besar kebun sawit di Indonesia dikelola oleh petani swadaya. Dibandingkan dengan kebun yang dikelola perusahaan besar, sawit kelolaan petani swadaya memiliki produktivitas yang cenderung lebih rendah.
"Kenapa sawit justru digempur? Menurut saya sawit adalah jawaban dari keberlanjutan. Daripada menyerang sawit, lebih baik membantu sawit Indonesia. Separuh sawit Indonesia dikelola petani swadaya, produktivitasnya sangat rendah," tuturnya.