Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengkaji Strategi Misi Dagang Indonesia pada 2020

Mulai tahun depan, Kementerian Perdagangan bakal lebih memfokuskan program misi dagang ke negara-negara mitra yang telah memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia.
Kesepakatan Kerjasama/Corporatewillcompany.com
Kesepakatan Kerjasama/Corporatewillcompany.com

Bisnis.com, JAKARTA - Mulai tahun depan, Kementerian Perdagangan bakal lebih memfokuskan program misi dagang ke negara-negara mitra yang telah memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Doddy Edward mengatakan Kementerian Perdagangan menargetkan bisa menggelar misi dagang ke lebih dari 11 negara pada 2020, atau lebih tinggi dari realisasi tahun ini.

Menurutnya, salah satu sasaran utama negara tujuan misi dagang adalah negara mitra perjanjian dagang bebas dan ekonomi komprehensif yang dimiliki Indonesia.

“Fokus pertama kami ke negara yang sudah dan yang akan menjadi mitra perjanjian dagang kita. Langkah ini merupakan upaya kami melakukan optimalisasi perjanjian dagang yang sudah dan akan kita miliki,”katanya kepada Bisnis.com, Rabu (4/12/2019).

Dia mengatakan hal itu merupakan salah satu solusi untuk mengurai persoalan klasik yang dialami Indonesia ketika menjalin perjanjian dagang dengan negara mitra.

Pasalnya, selama ini tingkat utilitas penggunaan fasilitas yang ada di perjanjian dagang yang dimiliki Indonesia belum maksimal.

 Berdasarkan data Kemendag, rata-rata pemanfaatan perjanjian dagang oleh pengusaha Indonesia hanya berkisar 70% dari total pos tarif yang dibebaskan atau dikurangi bea masuknya.

Menurutnya, Kemendag akan membawa lebih banyak pelaku usaha  ke dalam lawatan misi dagangnya ke negara-negara mitra dan calon mitra perjanjian dagang.

Di sisi lain, dia juga akan melakukan inventarisasi produk-produk yang potensial di kirim ke negara mitra perjanjian dagang namun belum optimal kinerja ekspornya.

“Kami juga akan menggunakan misi dagang sebagai bentuk promosi awal ke negara-negara calon mitra perjanjian dagang, supaya ketika perjanjian dagang tersbeut berjalan, transaksi antarnegara dapat berjalan lancar dan optimal,” jelasnya.

Di samping itu, menurutnya, Kemendag juga akan menyasar negara-negara yang menjadi sumber defisit neraca perdagangan yang besar bagi Indonesia.

Kendati demikian, negara-negara nonmitra tradisional juga akan tetap menjadi salah satu fokus misi dagang Indonesia tahun depan.

Namun, dia masih belum bisa menyebutkan negara mana saja yang akan menjadi tujuan misi dagang Indonesia pada tahun depan. Begitu pula dengan target nilai transaksi hasil misi dagang pada tahun depan.

“Sudah ada sebenarnya data negara-negara mana yang akan kami tuju. Namun saya masih harus komunikasikan dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan kementerian terkait lainnya terlebih dahulu,” ujarnya.

Adapun, berdasarkan data Kemendag, sejak 2017 jumlah negara yang dijadikan tujuan misi dagang terus cenderung naik turun, yakni 6 negara pada 2017, lalu 13 negara pada 2018 dan 11 negara pada 2019.

Sementara itu, dari capaian transaksi yang diperoleh dari misi dagang, terus meningkat sejak 2015 sebanyak US$110 juta menjadi US$14,79 miliar pada 2018.

Adapun, sepanjang semester I/2019 nilai transaksi dari misi dagang Indonesia mencapai US$4,5 miliar yang diperoleh dari tiga negara yakni Amerika Serikat, Cile dan India.

Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono mengaku mendukung langkah Kemendag menyasar negara mitra dan calon mitra perjanjian dagang sebagai tujuan misi dagang.

Pasalnya, selama ini banyak konsumen di negara mitra perjanjian dagang yang belum mengetahui keunggulan produk-produk Indonesia.

“Promosi memang penting ke negara nonmitra tradisional. Namun promosi juga harus dilakukan di mitra  tradisional dan mitra perjanjian dagang kita sekalipun,” ujarnya.

Dia mengatakan Kemendag juga perlu membawa eksportir produk-produk yang belum dibebaskan atau dikurangi bea masuknya ke negara mitra perjanjian dagang.

Hal itu dibutuhkan untuk menjajaki potensi pasar yang ada sekaligus menjadi kajian awal bagi Indonesia untuk melakukan peninjauan ulang perjanjian dagang yang ada.

“Contoh negara-negara yang kita jadikan mitra perjanjian dagang dalam bentuk preferential trade agreement (PTA). Ketika kita ingin meningkatkannya menjadi free trade aggrement (PTA) atau comprehensive economic partnership agreement (CEPA), tentu barang yang dikerjasamakan harus ditambah. Misi dagang ini punya fungsi sebagai kajian awal,” katanya.

Dia pun menganjurkan kepada Kemendag untuk menyasar negara-negara Asean, Asia Timur dan Asia Selatan sebagai tujuan misi dagang pada tahun depan. Pasalnya, kawasan tersebut cenderung masih mengalami pertumbuhan ekonomi dan daya beli yang kuat.

CALON MITRA

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan misi dagang lebih baik dilakukan ke negara calon mitra perjanjian dagang Indonesia.

Sebab, langkah tersebut diperlukan agar ketika perjanjian dagang diberlakukan, para pelaku usaha Indonesia dapat langsung memanfaatkannya secara maksimal.

“Kendalanya selama ini, ketika kita sudah buka perjanjian dagang, banyak pengusaha yang mash ragu memanfaatkannya. Justru dengan misi dagang ini, pengusaha bisa dikenalkan lebih dahulu medannya, terutama bagi eksportir komoditas nontradisional di negara mitra,” katanya.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menyebutkan misi dagang ke negara mitra dan calon mitra perjanjian dagang sangat penting. Untuk itu dia meminta agar pemerintah lebih banyak mengajak eksportir di sektor-sektor yang pelakunya belum banyak memanfaatkan fasilitas perjanjian dagang.

“Berdasarkan penelitian kami, banyak eksportir atau pengusaha yang tidak tahu manfaat dari perjanjian dagang. Untuk itu selain sosialisasi mengenai manfaat perjanjian dagang, pengusaha juga harus diajak untuk melihat potensi pasar di negara mitra secara langsung,” katanya.

Berdasarkan catatannya, dari kerja sama dagang dan ekonomi komprehensif yang telah dijalankan RI selama ini melalui Asean Free Trade Agreement (AFTA), Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA), Asean-India Free Trade Agreement (AIFTA), Asean-Korea Free Trade Agreement (AKFTA) dan Indonesia-Jepang Economic Patnership Agreement (IJEPA), tingkat utilitasnya hanya berkisar 40%.

Hal itu pada akhirnya berdampak kepada   terbatasnya dampak perjanjian dagang terhadap kinerja perdagangan RI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper