Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan petani sawit swadaya mengharapkan pemerintah dapat menunda penerbitan peraturan presiden (Perpres) mengenai penguatan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang saat ini masih menunggu proses penandatanganan oleh presiden.
Kewajiban sertifikasi berkelanjutan yang diamanatkan untuk sawit hasil kebun swadaya dinilai sulit diwujudkan meski pemerintah bakal memberi 5 tahun masa penyesuaian. Status lahan yang terindikasi hutan dan kualitas sumber daya yang belum mendukung pun disebut merupakan ganjalan.
"Meski diberi waktu 5 tahun untuk penyesuaian, kami tetap merasa sulit. Masih banyak kebun swadaya yang terindikasi kawasan hutan. Kami pun perlu melakukan penyesuaian SDM," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino kala Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi IV DPR RI, Senin (25/11/2019).
Status kawasan hutan merupakan salah satu syarat utama dalam proses sertifikasi ISPO. Adapun berdasarkan data Apkasindo, sekitar 54% kebun swadaya masih terindikasi kawasan.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pun mencatat permasalahan serupa. Sampai saat ini, setidaknya terdapat 3,2 juta ha lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan di mana 735.000 ha di antaranya tengah dalam proses pelepasan.
Menanggapi kondisi ini, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono menyebutkan bahwa kewenangan penerbitan Perpres ISPO pada tahap ini berada di tangan Presiden Joko Widodo. Dia mengatakan penguatan sertifikasi merupakan suatu upaya untuk mendorong keberterimaan produksi minyak sawit Indonesia yang 35% di antaranya dihasilkan dari perkebunan rakyat.
Baca Juga
"Saat ini menunggu tanda tangan murni kewenangan presiden, tetapi fungsi ISPO ini kan baik untuk meningkatkan keberterimaan sawit kita," kata Kasdi.