Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu berada pada kisaran 7% per tahun bila ingin mencapai tujuan sebagai lima besar ekonomi dunia pada 2045. Upaya reformasi struktural, seperti pembukaan pasar ekspor baru, simplifikasi regulasi investasi, dan peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang perlu dilakukan.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Perekonomian Rizal Affandi Lukman saat ditemui di Jakarta pada Rabu (20/11/2019).
Menurut Rizal, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada angka 5% merupakan hal positif. Pasalnya, di tengah ketidakpastian global yang melanda, perekonomian Indonesia masih terbilang stabil dibandingkan dengan negara-negara lain.
Kendati demikian, ia mengatakan pertumbuhan tersebut belum cukup tinggi. Pihaknya memperkirakan perekonomian Indonesia harus mampu menyentuh rerata 7% per tahun bila Indonesia hendak menjadi lima besar perekonomian dunia dan menembus nilai Produk Domestik Bruto sebesar US$7 triliun pada 2045.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan membuka tujuan ekspor baru. Hal ini perlu dilakukan melihat banyaknya negara tradisional tujuan ekspor Indonesia tengah mengalami perlambatan ekonomi yang menyebabkan turunnya nilai transaksi perdagangan.
"Saat ini, kami sedang membahas sejumlah kerja sama internasional di antaranya dengan Uni Eropa, negara-negara di kawasan Afrika, dan RCEP bersama dengan 15 negara lain," katanya.
Selain itu, perbaikan regulasi investasi di Indonesia juga perlu dilakukan. Rizal mengatakan saat ini investor yang hendak datang ke Indonesia mengeluhkan minimnya ketidakpastian dalam berinvestasi.
Hal tersebut terjadi karena tumpang tindihnya peraturan di tingkat pusat dan daerah terkait dengan investasi. Oleh karena itu, upaya simplifikasi melalui omnibus law pun tengah dikebut agar dapat meningkatkan kondisi kepastian berinvestasi.
"Pemerintah juga akan memanfaatkan situasi ekonomi dan geoploitik global yang sedang tidak stabil dengan sebaik mungkin. Caranya dengan menarik pabrik-pabrik yang ingin melakukan relokasi ke Indonesia," tambah Rizal.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Periode 2016 - 2019 Thomas Lembong mengatakan eksekusi dan implementasi aturan omnibus law menjadi hal utama untuk meningkatkan kepastian investasi.
Selama ini, ujarnya regulasi investasi kerap dihalangi oleh political will dari pemerintah. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan implementasi di atas kertas dan di lapangan. Akibatnya, tidak banyak investor yang tertarik untuk masuk menanamkan modalnya di Indonesia.
"Melihat prospek investasi ke depan, saya cukup optimistis dapat mengalami kenaikan. Apalagi, koalisi pemerintahan telah menguasi sekitar 74% kursi di DPR, jadi Presiden Joko Widodo telah memiliki political will yang cukup besar," jelasnya.
Sementara itu, Founder Indonesi Economic Forum Shoeb Kagda mengatakan, guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu memiliki inovasi-inovasi baru dalam pengembangan sumber daya manusia. Jumlah tenaga kerja Indonesia yang rata-rata tumbuh tiga juta orang per tahun membuat serapan tenaga kerja yang dibutuhkan tidak kalah besar.
Menurutnya, pemerintah perlu memikirkan ulang sejumlah kebijakan yang terkait dengan low cost labor. Hal semacam ini dinilai tidak akan cukup untuk meningkatkan perekonomian dan menarik masuk investasi.
Ia mengatakan, program pelatihan tenaga kerja dengan mengenalkan kemampuan baru merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Hal ini akan memudahkan industri memenuhi kebutuhan tenaga kerja sekaligus menurunkan angka pengangguran.
"Bonus demografi merupakan salah satu aset terbesar yang perlu dimanfaatkan pemerintah secara maksimal," imbuhnya.
Data dari International Monetary Fund (IMF) menyebutkan, tingkat PDB Indonesia hingga Oktober 2019 berada pada posisi US$1,1 triliun. Angka ini diperkirakan meningkat hingga US$1,6 triliun pada 2024.