Bisnis.com, JAKARTA - Selain harus menghadapi penurunan daya beli dan perubahan perilaku konsumen, peritel modern lokal mengaku tertekan dalam persaingan menghadapi peritel modern asing yang menjamur di banyak pusat perbelanjaan atau mal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) periode 2015-2019 Tutum Rahanta mengatakan kemampuan yang dimiliki oleh peritel modern lokal tidak kalah dengan peritel modern asing. Namun sayangnya, kemampuan tersebut tidak didukung oleh kekuatan finansial dan teknologi terkini seperti yang dimiliki oleh peritel modern asing.
“Teknologi mereka itu lebih advance dan juga [secara] keuangan juga. Kalau kami (peritel modern lokal) dikasih seperti itu juga nggak ada bedanya. Siapa yang nggak bisa kelola minimarket, supermarket, atau department store? [Peritel modern lokal] sudah sangat bagus dan mampu, bisa ekspansi kok. Salah satu contohnya Alfamart yang ekspansi ke Filipina, terbukti bagus,” katanya ketika ditemui di Jakarta belum lama ini.
Selain itu, menurut Tutum untuk bisa bersaing dengan peritel modern asing, peritel modern lokal juga perlu dukungan dari industri manufaktur dalam negeri. Dia menilai industri manufaktur belum mendukung peritel modern lokal untuk memasarkan produk dengan kualitas dan harga yang kompetitif seperti produk-produk yang yang dipasarkan oleh peritel modern asing.
Keluhan lain terkait dengan penetrasi ritel modern asing di Tanah Air adalah adanya keistimewaan yang diberikan oleh pengelola mal terhadap peritel modern asing. Peritel modern asing diketahui mendapatkan prioritas hingga insentif harga sewa untuk menempati ruang kosong yang ada di mal tertentu demi gengsi pengelola mal.
Hal ini sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa pasar Indonesia, terutama di mal lebih banyak dikuasai oleh merk asing yang dibawa oleh peritel modern asing. Adapun sebagai solusi atas permasalahan tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta kepada pengelola mal yang ada di seluruh Indonesia untuk memberikan prioritas terhadap merk lokal yang dibawa oleh peritel modern lokal
Selain itu, pengelola mal juga diminta menempatkan gerai peritel modern lokal di lokasi yang strategis agar dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen.
Sementara itu, Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah mengatakan pada dasarnya tidak ada perlakuan khusus yang diberikan oleh pengelola mal kepada peritel modern asing. Namun, dia juga tak menampik bahwa dalam beberapa kesempatan pengelola mal memberikan perlakuan khusus tersebut.
“Untuk awalan mungkin iya, contohnya si pengelola mal ini berkunjung ke luar negeri dan melihat ada gerai ritel modern yang menarik untuk mengisi mal yang mereka kelola. Kemudian peritel modern tersebut mereka undang dan diberikan fasilitas atau insentif tertentu sesuai dengan kesepakatan business to business (B2B) supaya mereka tertarik. Tetapi ya fasilitas atau insentif itu hanya di awal saja ya, tidak seterusnya,” katanya kepada Bisnis, Senin (18/11).
Selain itu, menurut Budiharjo peritel modern asing yang ada di mal seringkali mendapatkan insentif berupa potongan harga sewa lantaran sebagian besar dari mereka menyewa ruang dengan luasan diatas rata-rata. Namun, potongan harga tersebut menurutnya juga diberikan kepada peritel modern lokal.
“Kalau menyewa lebih luas jelas dapat diskon dong, begitupun dengan peritel modern lokal. Itu bukan hanya untuk peritel modern asing saja kok,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto menyebut bahwa peritel modern asing dengan merk yang mereka miliki masih mendominasi di mal yang menyasar segmen kalangan atas. Rerata peritel modern asing untuk mal di segmen tersebut mencapai 95% dari keseluruhan gerai yang ada.
Adapun untuk mal yang menyasar segmen kalangan menengah porsi peritel modern asing sebesar 50% dan pusat perbelanjaan yang menyasar kelas bawah hanya sebesar 20% dari total gerai yang ada. Kemendag saat ini masih berupaya porsi peritel modern lokal di mal tersebut, terutama mal yang menyasar kelas menengah dan atas bisa ditingkatkan agar produk-produk karya anak bangsa bisa semakin berjaya di negeri sendiri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 70/2013, porsi produk dalam negeri yang harus dipenuhi oleh ritel modern paling sedikit 80%. Hal demikian juga berlaku di luar ritel modern yang diatur melalui Permendag No. 47/2014.