Bisnis.com, JAKARTA - Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji memperkirakan shortfall penerimaan pajak tahun 2019 melebar dari outlook.
Dia mengatakan, melihat perkembangan tekanan ekonomi yang semakin besar, terganggunya tingkat konsumsi dan impor, serta kinerja sektor yang berkontribusi secara dominan dalam penerimaan,
maka risiko terburuk perlu diantisipasi.
Menurutnya, dengan mengasumsikan tax buoyancy tetap bertahan sebesar 0,03 hingga akhir tahun, maka terdapat kemungkinan titik terendah realisasi penerimaan pajak menyentuh hingga Rp1.318 triliun (83,6% dari target).
"Dengan demikian shortfall
pada tahun 2019 terancam melebar hingga Rp259 triliun," kata Bawono, Selasa dikutip dari Working Paper Metode dan Teknik Proyeksi Penerimaan Pajak, Selasa (19/11/2019).
Bawono telah melakukan berbagai model untuk memproyeksikan penerimaan pajak tahun 2019. Dalam contoh yang dilakukan, jika tax buoyancy tahun 2019 diperkirakan lebih mendekati nilai tax buoyancy tahun sebelumnya, maka penerimaan pajak tahun 2019 akan cenderung lebih mendekati nilai Rp1.504 triliun.
Namun, dengan mempertimbangkan tax buoyancy tahun 2019 akan jauh berbeda dengan tahun 2018,
maka kita juga dapat menggunakan nilai tax buoyancy tahun berjalan (per September). Dengan
asumsi ini, nilai penerimaan pajak tahun 2019 akan lebih mendekati nilai Rp1.318 triliun.
Lebih lanjut, perumusan model proyeksi juga dapat turut mempertimbangkan pengaruh yang tidak hanya berasal dari PDB, tapi juga variabel-variabel lainnya, seperti inflasi, nilai impor, nilai tukar, dan variabel lainnya yang signifikan.
"Dalam hal ini, metode Vector Autoregressive [VAR] paling tepat digunakan. Dari model
tersebut, diperoleh hasil estimasi proyeksi berkisar antara Rp1.361 triliun sampai Rp1.398 triliun," jelasnya.
Sementara itu, Yustinus Prastowo mengatakan secara umum masalah utama dalam dalam penerimaan pajak adalah kepatuhan, lebih tepatnya adalah ekstensifikasi.
"Banyak yang belum ter-capture dalam sistem perpajakan," jelasnya.
Dengan persoalan tersebut, menurut Prastowo, perlu sebuah sistem yang mengintegrasikan semua data sehingga proses pemanfaatan data bisa lebih optimal.
"Di samping itu aturan memang memberi celah avoidance misalnya threshold Rp4,8 miliar untuk pengusaha kena pajak membuat sulit ekstensifikasi PPN," tegasnya.