Bisnis.com, JAKARTA – Jerman menghindari resesi pertama dalam enam tahun setelah mencatat perrtumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga. Hal itu meredam spekulasi bahwa pemerintah akan menambah stimulus fiskal dalam waktu dekat.
Namun, ekspansi yang mengejutkan ini tidak mengubah fakta bahwa ekonomi Jerman sedang mengalami periode lesu, yang mengubahnya dari mesin pertumbuhan zona euro menjadi sumber pelemahan.
Ketegangan perdagangan, melemahnya permintaan global, dan gejolak di sektor otomotif telah menyebabkan kemerosotan manufaktur terburuk dalam satu dasawarsa terakhir dan menempatkan keraguan atas peran negara sebagai kekuatan ekonomi.
Pelemahan ekonomi global juga terlihat di tempat lain pada hari Kamis. Ekspansi ekonomi di Jepang melemah tajam pada kuartal ketiga, sedangkan China mencatat pertumbuhan output dan konsumsi manufaktur yang lebih lambat dari perkiraan. Di Belanda, ekonomi secara tak terduga bertahan pada laju pertumbuhan 0,4 persen pada kuartal ketiga.
Berdasarkan data pemerintah, produk domestik bruto (PDB) Jerman meningkat 0,1 persen pada kuartal III/2019, dipimpin oleh belanja konsumen dan pemerintah. Konstruksi dan ekspor juga meningkat, sementara investasi mesin dan peralatan turun.
Kontraksi PDB pada kuartal kedua, yang memicu spekulasi resesi selama berbulan-bulan, direvisi menjadi 0,2 persen dari 0,1 persen.
“Pertanyaannya adalah seberapa besar pelemahan dalam manufaktur akan menyebar ke sektor jasa, didasarkan oleh sejumlah pelemahan yang akan diteruskan dan menjaga pertumbuhan tetap lambat, tetapi kontraksi masih dapat dihindari," ungkap ekonom Bloomberg, Jamie Rush.
Ada sejumlah tanda baru-baru ini bahwa ekonomi telah melewati periode penurunan terburuk, dengan sentimen bisnis diperkirakan bergerak stabil. Namun proyeksi tersebut masih jauh dari kejelasan, dengan sebagian besar indikator utama masih berada di posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir dan ekonomi diperkirakan akan mencatat pertumbuhan di bawah 1 persen pada 2019 dan 2020.