Bisnis.com, JAKARTA - Garuda Indonesia Group menghormati keputusan Sriwijaya Air Group untuk mengakhiri kerja sama operasi setelah kondisi maskapai sudah mulai membaik.
VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk. M. Ikhsan Rosan menyatakan menghormati keputusan yang diambil oleh pihak Sriwijaya Air. Hal tersebut menunjukkan maskapai milik keluarga Chandra Lie tersebut sudah lebih baik.
"Kinerja mereka selama menjalin KSO [kerja sama operasi] sebenarnya terus membaik. Tahun sebelumnya mereka rugi banyak," kata Ikhsan, Selasa (12/11/2019).
Dia menuturkan terjadi perbaikan pada pendapatan, tingkat ketepatan waktu terbang (on time performance/OTP), kepercayaan masyarakat, hingga jumlah utang yang menurun pasca bergabung dengan Garuda.
Dari data yang diterima Bisnis.com, Sriwijaya Group mencatatkan pendapatan periode Januari--Juli 2019 sebesar Rp5,97 triliun atau meningkat hingga 13,9 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018.
Pertumbuhan pendapatan terbesar disumbangkan oleh bisnis kargo yang mencapai 82,54 persen, yakni dari Rp241 miliar pada Januari--Juli 2018 menjadi Rp441 miliar pada tahun selanjutnya. Adapun, pendapatan terbesar masih ditopang oleh penjualan tiket penumpang yang mencapai Rp4,81 triliun pada tujuh bulan pertama 2019, nilai tersebut meningkat 15,38 persen.
Kendati nilai penjualan tiket meningkat, tetapi jumlah frekuensi penerbangan dan penumpang yang diangkut justru lebih sedikit pada periode tahun ini dibandingkan dengan 2018. Frekuensi penerbangan turun 24,34 persen dari 64.851 kali, sedangkan jumlah penumpang menyusut 30,43 persen dari 7,63 juta.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh empat unit pesawat yang mengalami masalah (aircraft on ground/AOG) pada akhir 2018, sehingga harus dipulihkan pada 2019, yakni 3 unit Boeing 738 dan 1 unit Boeing 733.
Sementara itu, peningkatan pendapatan juga diimbangi dengan kenaikan pengeluaran operasi yang mencapai 6,94 persen. Pada Januari--Juli 2019 pengeluaran maskapai mencapai Rp6,02 triliun dari sebelumnya Rp5,63 triliun.
Sriwijaya berhasil mengurangi pengeluaran bahan bakar dan perawatan pesawat masing-masing hingga 23,23 persen dan 12,53 persen. Namun, pertumbuhan pengeluaran terbesar justru pada kategori pengeluaran lain-lain sebanyak 64,99 persen menjadi Rp2,73 miliar.
Pengeluaran ini mencakup tarif pajak sebesar Rp126 miliar yang dibayar pada Juli 2019, biaya Sriwijaya Travel Pass mencapai Rp65 miliar, serta biaya manajemen dan pembagian keuntungan yang jumlahnya Rp449 miliar.
Perbaikan kinerja keuangan juga diikuti dengan pelaksanaan kewajiban kepada kreditur. Total utang Sriwijaya pada 2018 mencapai Rp2,33 triliun, sedangkan pada 2019 sudah berkurang 13,35% menjadi Rp2,02 triliun. Perincian utangnya, antara lain Pertamina Rp846 miliar, BNI Rp563 miliar, dan GMF AeroAsia Rp616 miliar.