Bisnis.com, JAKARTA — PT Indika Energy Tbk. masih optimistis produksi pada akhir tahun mencapai target 34 juta ton meskipun dibayangi pelemahan berkelanjutan harga batu bara acuan (HBA) sepanjang tahun berjalan.
Kinerja produksi batu bara emiten berkode INDY itu dalam 9 bulan tahun ini mencapai 26 juta ton atau sebesar 76,4% dari yang ditargetkan sebesar 34 juta ton. Target tersebut tidak beranjak dari capaian tahun lalu.
Managing Director and Chief Executive Officer (CEO) INDY Azis Armand mengatakan produksi batu bara dalam sembilan bulan pertama ini masih sesuai dengan rencana kerja perusahaan.
"Antara realisasi tahun lalu dengan target produksi batu bara tahun ini tak berubah. Realisasi produksi batu bara sembilan bulan ini sudah sesuai dengan rencana," ujarnya dalam paparan kinerja kuartal III, Kamis (31/10/2019).
Lebih lanjut lagi, dia menuturkan kondisi batu bara di tahun ini cukup menantang bila dibandingkan dengan tahun lalu. Terlebih, permintaan batu bara cenderung flat.
Produksi batu bara domestik di Indonesia cenderung meningkat karena udara di Pulau Kalimantan sangat kering. Selain itu, produksi batu bara di negara lain seperti Australia, India, China, dan Afrika Selatan cukup baik.
Oleh karena itu, terjadi peningkakan suplai batu bara di pasar tahun ini yang berdampak pada harga batu bara global mengalami tekanan. Di Indonesia, permintaan relatif stabil.
Meskipun realisasi produksi batu bara sesuai dengan yang direncanakan, namun hal ini belum dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang berkode emiten INDY ini. Pasalnya, terdapat tekanan pada harga jual batu bara.
"Biaya produksi sesuai rencana perkiraan setahun, ada sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ada beberapa faktor seperti minyak naik, stripping ratio meningkat menjadi 6,4 kali pada 9 bulan tahun ini dari sebelumnya yang 6,2 kali sehingga berdampak ke biaya produksi. Jadi kinerja keuangan mengalami penurunan," ucapnya.
PT Kideco Jaya Agung yang merupakan anak usaha dari INDY yang bergerak di sektor produsen batu bara menjadi kontributor terbesar dalam penurunan pendapatan sebesar 15,2% menjadi US$1.194,3 juta di sembilan bulan tahun ini dari periode yang sama tahun lalu senilai US$1.408,7 juta.
Adapun harga jual batu bara rerata Kideco dalam sembilan bulan tahun ini sekitar US$45,7 per ton dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$54 per ton.
"Memang harga jual batu bara di luar kontrol. Kami terus lakukan perbaikan dan potensi efisiensi tetapi tidak bisa langsung terdampak, dampaknya bisa muncul akhir di tahun ini atau tahun 2020. Meski ada tekanan harga besar tetapi ada peningkatan kinerja," katanya.
Menurutnya, aksi China yang meningkatkan kuota impor batu bara sepanjang tahun ini di atas 10% memang berdampak pada peningkatan positif pada harga batu bara yang naik sebesar US$2 hingga US$3 per ton.