Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan proyek gasifikasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan saat ini sedang terhenti. Pasalnya para pemangku kepentingan sedang menghitung ulang skala keekonomian proyek terebut.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Muhammad Khayam mengatakan studi kelayakan proyek gasifikasi tersebut kini tertahan perhitungan skala keekonomian. Menurutnya, studi tersebut akan dijadikan sebagai bahan rujukan sektor perbankan dalam mengucurkan kredit.
“Masalah bankable saja ini. Mungkin ini [rampung] dalam waktu dekat. Kan studinya sudah cukup,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Menurutnya, yang membuat skala keekonomian proyek tersebut meleset adalah rendahnya harga minyak bumi. Alhasil, penggunaan minyak bumi sebagai energi lebih menarik dibandingkan batu bara.
Selain harga, Khayam menyatakan pengenaan royalti pada penjualan batu bara juga menjadi faktor penahan skala keekonomian proyek tersebut. Menurutnya, penghapusan royalti tersebut akan membuat skala keekonomian proyek gasifikasi tersebut tercukup.
Jika royalti pada batu bara yang digasifikasi tidak ada, Khayam mengatakan gas yang dihasilkan dapat dijual senilai US$6 per MMBTU. “Sebenarnya kami masih mau turun lagi [harganya].”
Terpisah, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono menduga tertahannya konstruksi fasilitas gasifikasi disebabkan oleh letak mesin tersebut dibangun. Tanjung Enim berada di tengah-tengah bagian selatan Sumatra, sehingga biaya logistik maupun distribusi gas menjadi tantangan bagi pembeli pasti produk hasil gasifikasi tersebut.
Adapun, pembeli pasti hasil gasifikasi tersebut adalah PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
“Jadi, [proses] produk keluarnya itu yang masih didiskusikan. Kemungkinan karena logistiknya [akhirnya prosesnya tertahan],” ujarnya kepada Bisnis.
Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menilai selama rata-rata harga minyak per tahun masih di bawah US$60 per barel, proyek gasifikasi tersebut tidak akan mencapai skala keekonomian.
Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono menyatakan secara statistik harga minyak bumi masih berada di kisaran US$60 per barel hingga 2024. Alhasil, investor asing akan menahan untuk mengucurkan dananya pada proyek tersebut.
“Dengan harga gas sekarang pun [hasil gasifikasi] masih kalah dengan gas alam. Makanya, semua menunggu harga minyak [di atas US$60 per barel],” katanya.