Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan menanggapi rencana kenaikan gas industri yang per 1 November 2019 harganya akan berada di atas US$9 per MMBtu.
Direktur PNBP Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan kenaikan gas yang akan dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk., bukan menjadi domain dari otoritas fiskal.
Dengan demikian, kebijakan penaikan harga gas untuk industri merupakan bagian dari aksi korporasi oleh dilakukan oleh korporasi gas tersebut.
“Keuntungan dari aksi korporasi tersebut diterima oleh badan usaha yang bersangkutan,” kata Wawan kepada Bisnis.com, Selasa (29/10/2019).
Namun demikian, lanjut Wawan, jika harga gas yang naik adalah gas dari kontraktor kontrak kerja sama (K3S) kepada buyer maka kenaikan harga gas masih kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan demikian implikasinya bisa langsung ke penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“PNBP akan naik juga,” jelasnya.
Sebelumnya, mulai 1 November 2019 harga gas industri akan naik menjadi di atas US$9 per MMbtu. Kenaikan harga tersebut dinilai akan semakin menambah beban pelaku usaha. Sebagian kalangan bahkan menganggap kenaikan harga gas industri tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.40/2016 tentang Penetpan Harga Gas.
Dalam beleid tersebut, pemerintah menjanjikan pentapan harga gas untuk industri pukuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet maksimal US$6 per MMBtu.