Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Tambang Lesu Darah, Produksi Alat Berat Merosot

Berdasarkan data dari Himpunan Industri Alat Berat Indonesia, pada periode kuartal III/2019 produksi alat berat tercatat sebesar 4.688 unit.
Aktivitas bongkar muat batu bara di salah satu tempat penampungan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (3/10/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra
Aktivitas bongkar muat batu bara di salah satu tempat penampungan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (3/10/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Produksi alat berat kontruksi dan pertambangan mengalami penurunan pada akhir kuartal III/2019 seiring dengan lesunya permintaan dari sektor pertambangan terutama batu bara yang didera penurunan harga.

Berdasarkan data dari Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), pada periode tersebut produksi alat berat tercatat sebesar 4.688 unit.

Bila dirincikan, maka pada periode yang sama produksi dump truck masih mendominasi, yakni sebesar 4.210 unit, sedangkan bulldozer mencapai 371 unit. Selebihnya, produksi alat berat hingga akhir kuartal III/2019 berasal dari 58 unit hydraulic excavator dan 49 unit motor grader.

Jamaluddin, Ketua Hinabi, menyatakan bahwa realisasi hingga periode itu menurun dibandingkan dengan kuartal III/2018.

"Itu turun itu secara year-on year," jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (29/10/2019).

Menurutnya, kinerja produksi atau penyerapan alat berat itu sangat dipengaruhi oleh pasar pertambangan yang menurun sejalan dengan harga komoditas, khususnya batu bara yang kurang baik.

Padahal, pertambangan menjadi sektor yang menyerap alat berat besar, terutama dump truck dan hydraulic excavator, dalam jumlah besar.

Sektor lainnya, sambung dia, yakni konstruksi, agrikultur dan kehutanan sebenarnya bertumbuh. Namun, jelas dia, kondisi itu tidak bisa menutupi celah yang ditinggalkan sektor pertambangan.

"Alat berat sangat tergantung dengan mining. Sektor lain tidak bisa menolong itu, karena mining komposisinya sudah 50% sendiri, sedangkan agri sektiar 30%, dan masing-masing 10% untuk konstruksi dan forestry," kata Jamaluddin.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hendra Wibawa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper