Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi China Melambat pada Kuartal III/2019

Dampak perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) terus membebani ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu dilaporkan melambat lebih dari perkiraan pada kuartal ketiga.
Seorang pria berjalan di Lujiazui, distrik finansial di Pudong, Shanghai, China, 17 Juli 2017./REUTERS-Aly Song
Seorang pria berjalan di Lujiazui, distrik finansial di Pudong, Shanghai, China, 17 Juli 2017./REUTERS-Aly Song

Bisnis.com, JAKARTA – Dampak perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) terus membebani ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu dilaporkan melambat lebih dari perkiraan pada kuartal ketiga.

Produk domestik bruto (PDB) China hanya tumbuh 6,0 persen year-on-year pada kuartal III/2019. Capaian ini lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 6,2 persen sekaligus menjadi laju terlemahnya dalam hampir tiga dekade.

Kinerja pada kuartal ketiga tersebut juga berada di ujung bawah target pertumbuhan ekonomi secara full year oleh pemerintah sebesar 6,0 persen – 6,5 persen serta lebih rendah daripada prediksi analis dalam survei Reuters sebesar 6,1 persen.

Kesehatan negara berekonomi terbesar di dunia ini menjadi perhatian khusus para mitra dagang dan investor ketika perang perdagangannya dengan Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran tentang resesi global.

“Masih ada banyak ketidakpastian mengenai perjanjian perdagangan AS-China,” ujar Ho Woei Chen, ekonom di UOB, Singapura, dilansir melalui Reuters (Jumat, 18/10/2019).

“Saya pikir (rencana AS mengenakan) tarif pada 15 Desember akan memiliki implikasi yang sangat penting bagi pertumbuhan Cina pada 2020,” lanjutnya.

Suramnya data ekonomi dalam beberapa bulan terakhir telah menyoroti permintaan yang lebih lemah di dalam dan luar negeri. Sebagian besar analis mengatakan ruang lingkup untuk stimulus yang agresif tampak terbatas dalam ekonomi yang sudah terbebani dengan tumpukan utang.

Kecil kemungkinan gambaran perekonomian akan berubah menjadi lebih baik dalam waktu dekat bahkan ketika ketegangan dalam perang perdagangan yang berlarut-larut antara Beijing dan Washington sedikit mereda.

Pekan lalu Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan pada fase pertama kesepakatan dan menunda kenaikan tarif. Tapi sejumlah pejabat pemerintahan mengatakan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Hambatan permintaan, baik domestik maupun global, telah memukul beberapa elemen utama ekonomi. Penurunan ekspor berakselerasi pada bulan September sementara impor berkontraksi selama lima bulan berturut-turut. Pada September pula, penjualan mobil mencatat penurunan bulan ke-15 berturut-turut.

Pemerintah China mengandalkan kombinasi stimulus fiskal dan pelonggaran moneter untuk mengatasi perlambatan saat ini, termasuk langkah pemotongan pajak dan obligasi pemerintah daerah untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur dan upaya untuk memacu pinjaman bank.

Namun ekonomi telah lambat merespons seiring dengan goyahnya kepercayaan bisnis dan meningkatnya tekanan yang dihadapi pemerintah daerah saat pemotongan pajak menekan pendapatan serta membebani investasi.

Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan bahwa perang perdagangan AS-China akan memangkas pertumbuhan global 2019 ke laju paling lambat sejak krisis keuangan 2008-2009. Akan tetapi, output akan rebound jika tarif antara satu sama lain dihapuskan.

Berbeda dengan angka PDB yang mengecewakan, produksi industri China tumbuh 5,8 persen pada September, menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) China. Raihan ini lebih tinggi dari perkiraan para analis dalam survei Reuters sebesar 5,0 persen.

Pertumbuhan tersebut sejalan dengan beberapa tanda tentatif dari peningkatan pesanan domestik di musim panas, meskipun permintaan secara keseluruhan tetap pada level yang secara historis lemah.

Penjualan ritel juga meningkat 7,8 persen year-on-year pada September setelah mencatat pertumbuhan 7,5 persen pada Agustus. Di sisi lain, investasi aset tetap melambat menjadi 5,4 persen sepanjang Januari-September 2019 dari 5,5 persen sepanjang delapan bulan pertama tahun ini.

Adapun investasi aset tetap sektor swasta, yang berkontribusi untuk 60 persen total investasi negara ini, tumbuh 4,7 persen pada Januari-September dibandingkan dengan 4,9 persen sepanjang Januari-Agustus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper