Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat berharap agar anggaran pemerintah unrtuk perumahan rakyat khususnya rumah bersubsidi bisa ditambah.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja mengatakan bahwa pemerintahan yang akan datang memiliki niat lebih untuk membantu di sektor rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Salah satu wujudnya, misalnya, dengan menambah anggaran biar cukup untuk membantu 300.000 unit. Jangan cuma 100.000 unit doang! Kan sudah berkali-kali. Kemarin sudah pernah sampai 256.000-an kok, malah balik lagi ke 160.000-an,” katanya kepada Bisnis, Rabu (16/10/2019).
Endang memaparkan bahwa pemerintah sudah mulai membahas terkait dengan relaksasi aturan untuk bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) dengan mempermudah sertifikat laik fungsi (SLF), tabungan, dan uang muka.
“Mudah-mudahan kemudahan di BP2BT ini segera bisa terlaksana mulai Senin [pekan] depan. Hari ini sedang disusun peraturan menterinya dan menjadi wujud dari niat pemerintah bahwa perumahan untuk MBR ini harus dispesialkan.”
Endang mengatakan bahwa ada tiga poin penting dalam relaksasi aturan BP2BT, yaitu aturan SLF nantinya akan disamakan dengan syarat pada skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan. Kemudian, tabungan dipermudah dari 6 bulan menjadi 3 bulan dan uang muka dari 5 persen menjadi 1 persen.
Baca Juga
Selanjutnya, ada beberapa peraturan yang evaluasinya sedang berjalan seperti Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (PPJB) dan Peraturan Menteri PUPR No. 10/PRT/M/2019 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Rencananya, untuk Permen No. 10, batasan harga rumah subsidi bagi MBR akan disesuaikan dengan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang sekarang nilainya berada di Rp4,60 juta.
Adapun, nilai tersebut setiap tahunnya bisa bertambah. Artinya, permen tersebut bisa menjadi lebih fleksibel.
Kemudian, untuk aturan PPJB, aturannya diperkirakan dibagi per sektor, rumah tapak dan rumah susun masing-masing sendiri karena tidak bisa digeneralisasi.
“Tadinya kan dipukul rata, akta notaris itu disamakan rumah tapak dan rusun, rumah tapak karena waktunya pendek harusnya tidak perlu notaris,” ungkapnya.