Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia dan Singapura telah menyepakati kerangka negosiasi untuk Wilayah Informasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) - Framework for Negotiation of FIR Realignment.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan FIR mencakup wilayah teritorial Indonesia dan Kepulauan Riau yang saat ini dikelola oleh Singapura dan Malaysia. Kesepakatan tersebut dilakukan usai Presiden Joko Widodo bertemu Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Istana Singapura.
"Kerangka Negosiasi FIR telah ditandatangani pada 12 September 2019. Kemudian, pada 7 Oktober 2019 tim teknis kedua negara telah bertemu dan selanjutnya akan melakukan pertemuan-pertemuan yang lebih intensif," katanya dalam siaran pers, Rabu (9/10/2019).
Menhub bersama dengan Kementerian Luar Negeri di bawah koordinasi Kemenko Maritim sudah bekerja hampir 2 tahun untuk berdiskusi menyelesaikan pengelolaan FIR pada 2019, sebagaimana diamanatkan oleh Kepala Negara.
Saat ini, menurutnya, framework sudah disetujui, bahkan sudah ada Term Of Reference (TOR). Dirjen Perhubungan Udara Polona B Pramesti sudah melakukan diskusi bersama Dirjen Kemenlu, terdapat beberapa koreksi yang bisa memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
FIR di Kepulauan Natuna dikelola oleh Singapura, berawal ketika Konvensi ICAO di Dublin, Irlandia pada 1946. Saat itu, Negeri Singa yang masih dikuasai Inggris dianggap mumpuni dari aspek peralatan dan SDM, sementara Indonesia baru merdeka sehingga tidak hadir pada pertemuan tersebut.
Oleh karena itu, Singapura dan Malaysia mengelola FIR di wilayah Kepulauan Riau. Singapura memegang kendali sektor A dan C, sedangkan Malaysia mengendalikan Sektor B.
Pada 1995 dilakukan perjanjian antara kedua negara yang telah merdeka, dengan kesepakatan pengelolaan FIR di Kepri tetap dikelola pihak Singapura.
Berdasarkan Pasal 458 UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, disebutkan pelayanan navigasi penerbangan di wilayah udara Indonesia yang di delegasikan negara lain melalui perjanjian, harus dievaluasi dan dilayani Lembaga Navigasi Penerbangan Indonesia paling lambat 15 tahun sejak diundangkan atau pada 2024.