Bisnis.com, JAKARTA -- Isu sawit menjadi salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan antara Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte dengan Presiden RI Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Bogor, Jawa Barat, Senin (7/10/2019).
Presiden Jokowi mengatakan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda sepakat untuk terus meningkatkan perdagangan yang terbuka dan adil.
"Dalam konteks ini saya sampaikan kembali concern (perhatian) Indonesia untuk kebijakan Uni Eropa (UE) terhadap kelapa sawit," ujarnya dalam pernyataan bersama Rutte seusai pertemuan.
Namun, tidak diperinci perhatian apa yang dimaksud.
Seperti diketahui, Uni Eropa (UE) mengenakan bea masuk anti subsidi sebesar 8-18 persen terhadap produk biodiesel asal Indonesia. Di samping itu, blok ekonomi ini juga pernah menerbitkan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II.
Dalam rancangan Delegated Regulation, Komisi UE mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi.
Baca Juga
Dengan demikian, konsumsi CPO untuk biofuel atau Bahan Bakar Nabati (BBN) akan dibatasi kuotanya hingga 2023. Konsumsi CPO untuk biofuel juga bakal dihapus secara bertahap hingga menjadi 0 persen pada 2030.
Dalam pertemuan dengan Rutte, Jokowi menghargai kerja sama Indonesia dan Belanda mengenai pengembangan kapasitas petani kecil sawit.
"Saya juga menghargai kerja sama yang baru saja ditandatangani oleh Indonesia dan Belanda di New York pada 26 September 2019, mengenai pengembangan kapasitas petani kecil sawit untuk menghasilkan kepala sawit yang lestari," terangnya.
Sementara itu, Rutte menyebut isu kelapa sawit sebagai isu yang kompleks.
"Kami berupaya untuk mengubah situasi kompleks ini menjadi peluang," kata Rutte.