Bisnis.com, JAKARTA -- Penerapan lembaga Central (Clearing) Counter Party (CCP) untuk pendalaman pasar keuangan akan memberi dampak bagi korporasi dengan banyak transaksi interest rate swap dan cross currency swap.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan, Central (Clearing) Counter Party (CCP) adalah lembaga perantara untuk transaksi derivatif dalam rangka memitigasi risiko yang mungkin terjadi antara 2 pihak sebelum setelmen dan atau kliring selesai.
"Lembaga ini nantinya akan menjamin kedua pihak yang melakukan transaksi untuk menyelesaikan setelmen/kliring," kata Josua kepada Bisnis.com, Rabu (2/10/2019).
Josua menambahkan, apabila salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya, lembaga ini tetap akan menanggung setelmen dari pihak lainnya.
Dia menyebut CCP awalnya merupakan inovasi dari AS setelah krisis 2008, dalam rangka mencegah krisis yang dapat terjadi akibat transaksi derivatif.
Josua memprakirakan, volume transaksi hedging seperti interest rate swap dan cross currency swap akan meningkat ke depan sehingga akan mendorong pendalaman serta stabilitas pasar keuangan domestik dan nilai tukar rupiah.
"Maka transaksi lindung nilai perlu ditingkatkan mengingat korporasi-korporasi di Indonesia yang mempunyai eksposur dalam pinjaman luar negeri dapat memitigasi risiko nilai tukar dan suku bunga," ungkap Josua.
Bisnis.com mencatat, dari data Posisi Investasi Internasional (PII) kuartal II/2019 yang dikeluarkan Bank Indonesia, posisi derivatif finansial pada akhir kuartal II/2019 mencatat aset neto sebesar US$41 juta, menurun dibandingkan dengan aset neto pada kuartal I/2019 sebesar US$66 juta.
Kondisi ini menurut BI dipengaruhi oleh peningkatan kewajiban derivatif finansial yang lebih besar dan peningkatan aset derivatif finansial.
Kewajiban derivatif finansial meningkat 38,5% (qtq), menjadi sebesar US$166 juta. Sementara itu, posisi aset derivatif finansial meningkat 11,7% (qtq), sehingga menjadi US$208 juta pada akhir kuartal II/2019.