Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia dan pemerintah perlu memperbaiki kinerja neraca jasa untuk menambal pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) tahun ini.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengakui, berdasarkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II/2019, meskipun masih surplus US$85,1 juta, tetapi neraca jasa masih mencatatkan defisit.
Dalam catatan Bisnis.com, neraca perdagangan jasa pada kuartal II/2019 defisit US$2 miliar. Pencatatan defisit ini lebih tinggi dari defisit kuartal sebelumnya yakni US$1,9 miliar. Peningkatan defisit neraca jasa juga dikarenakan menurunnya surplus jasa perjalanan.
Adapun penerimaan jasa perjalanan dari wisman tercatat US$3,0 miliar lebih rendah dari US$3,4 miliar pada kuartal I/2019. Tren penurunan penerimaan ini sejalan dengan pola pengeluaran wisman yang semakin rendah.
Oleh sebab itu, BI tengah mencari peluang baru melalui kebijakan moneter untuk menstimulus sektor pariwisata sebagai komponen neraca jasa.
"Pariwisata itu perlu ada atraksi, akses, dan amenity, maka kami senang kalau dari pemerintah melalui Kementerian BUMN mulai investasi di Labuan Bajo," ungkap Onny di Bali, beberapa waktu yang lalu.
Untuk memperkuat kebijakan pemerintah, BI akan mengandalkan sistem pembayaran QR Indonesia Standard (QRIS). Ke depan, QRIS itu juga akan didorong inbound atau terbuka kepada para wisatawan mancanegara.
"Hal itu belum dilakukan, mungkin nantu berkontribusi merevisi ruang NPI agar bagus," ujar Onny lagi.
Menurut dia, sejumlah langkah promosi pariwisata dan UMKM juga telah dilakukan oleh BI. Misalnya saja pameran dan ekspor Karya Kreatif Indonesia (KKI) bagi semua UMKM binaan BI. Cara ini, menurut Onny, berhasil meraup hasil penjualan dan ekspor mencapai Rp1,3 triliun.
Ke depan, Onny menyatakan BI akan menggenjot kebijakan relokasi pasar ekspor baru untuk memasarkan produk UMKM Indonesia. Strategi ini, menurut Onny, salah satu langkah cerdik untuk bertahan dalam dinamika perang dagang. Selain itu juga sebagai salah satu solusi mendorong dan mempromosikan pariwisata Indonesia.
Dengan langkah ini, jelas Onny, bisa membantu Indonesia bertahan dari krisis. Berkaca dari krisis 2008, Indonesia masih bertahan akibat daya konsumsi dan permintaan yang masih tinggi di dalam negeri.
"Dengan mencari sumber pariwisata baru, kita ingin demand tetap terjaga. Sehingga CAD kita masih bisa bertahan 3% dari PDB," tuturnya.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyatakan CAD adalah tantangan besar ke depan bagi Indonesia selain mencari investasi langsung atau foreign direct investment (FDI).
"Tantangan CAD kita itu dari pendapatan primer dan juga sekunder. Ke depan, mampukah kita mengangkat neraca barang, dan neraca jasa. Pendapatan sekunder melalui penerimaan remitansi," sambungnya.
Andry menyatakan ke depan, perlu elaborasi baru cara menekan CAD di bawah 3% dari PDB. Salah satunya dengan kebijakan lawan arus atau counter cyclical policy. Caranya, mulai mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas batu bara dan CPO, serta investasi portofolio.