Bisnis.com, JAKARTA - Hampir genap 5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah telah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi (PKE) dalam rangka menstimulus perekonomian nasional.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pun amat beragam dan menyasar hampir seluruh sendi-sendi perekonomian dan seluruh lapisan masyarakat mulai dari yang paling bawah hingga yang teratas.
Adapun PKE terakhir yang dikeluarkan adalah PKE XVI yang terdiri dari 3 kebijakan yakni perluasan tax holiday dalam rangka mendorong investasi, relaksasi daftar negatif investasi, hingga peningkatan devisa hasil ekspor (DHE) hasil sumber daya alam (SDA).
PKE XVI diluncurkan pada 16 November 2018 dan memasuki 2019 masih belum ada PKE baru yang diluncurkan oleh pemerintah.
Bagaimana dunia usaha menilai 16 PKE yang telah diluncurkan oleh pemerintah tersebut? Apakah PKE sudah cukup untuk menstimulus perekonomian domestik dan dunia usaha? Apakah ke depan perlu ada perbaikan atas kebijakan-kebijakan tertentu yang dikeluarkan dalam paket-paket tersebut?
Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddy Hussy menilai pemerintah selama 5 tahun terakhir banyak mengeluarkan kebijakan yang cukup berani melalui 16 PKE tersebut dan memberikan banyak kemudahan kepada dunia usaha.
Menurut Eddy, 16 PKE yang dikeluarkan tersebut memiliki kontribusi besar dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah perekonomian global yang tidak mendukung akibat perang dagang.
"Banyak negara yang pertumbuhan ekonominya mulai menurun, tetapi Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5%," ujar Eddy kepada Bisnis.com, Jumat (27/9/2019).
Wakil Ketua Umum Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Raden Pardede juga menilai 16 PKE yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah memberikan dampak yang baik kepada pelaku bisnis.
Meski demikian, ada beberapa catatan atas implementasi dari 16 PKE yang telah dikeluarkan oleh pemerintah selama 5 tahun terakhir.
Raden menilai koordinasi antarkementerian serta koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan permasalahan utama yang perlu diperbaiki.
Hal ini juga ditambah dengan tidak sinkronnya peraturan-peraturan yang ada.
Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk lebih sering turun ke bawah dalam rangka memastikan apakah implementasi dari kebijakan sudah sesuai dengan apa yang direncanakan.
"Presiden harus agak lebih turun ke bawah mengevaluasi dan memonitor program prioritas secara ketat, seperti program infrastruktur di periode sebelumnya," ujar Raden, Jumat (27/9/2019).
Eddy juga memberikan kritik yang senada. Regulasi baru serta kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus dipastikan berlaku juga di daerah.
Eddy menilai relaksasi-relaksasi yang diberikan oleh pemerintah seperti relaksasi DNI dan relaksasi perpajakan serta perizinan juga masih belum dikoordinasikan dengan pihak-pihak yang kompeten di bidangnya serta stakeholder sektor terkait.
Pihak-pihak yang kompeten perlu dilibatkan agar kebijakan serta regulasi yang dikeluarkan bisa diimplementasi secara tepat sasaran dan memiliki daya ungkit terhadap perekonomian dan dunia usaha.
"Mungkin pemerintah ingin membuat aturan yang lebih detail tapi kadang karena terbatasnya pemahaman terhadap sektor usaha dan terkadang ada juga ketidakpercayaan kepada sektor usaha sehingga terkadang ada aturan yang melindungi pihak-pihak tertentu," ujar Eddy.
Oleh karena itu, Eddy menilai bahwa ke depan pemerintah perlu secara lebih intensif melibatkan dunia usaha terutama sektor terkait agar kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan yang dibutuhkan.