Bisnis.com, DENPASAR -- Dinamika politik Amerika Serikat seiring isu pemakzulan Presiden Donald Trump oleh para senator belum tentu memberi efek pada penurunan perang dagang.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyatakan kemungkinan pemakzulan Donald Trump masih sangat jauh. Menurut dia, Partai Republik juga masih dominan dalam senat sehingga kasus ini belum tentu mengubah kebijakan AS dalam perang dagang.
"Trump ini sejak 2016 jadi faktor risiko global penyebab volatilitas," kata Andry di The Anvaya Bali, Jumat (27/9/2019).
Dia menilai, jika pun terjadi pemakzulan Trump sebagai orang nomor satu di negara Paman Sam, dunia belum memiliki bayangan siapa penggantinya. Oleh sebab itu, dampaknya terhadap perang dagang masih sangat kecil.
Hal senada diungkapkan juga oleh Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana. Wahyu mengatakan belum ada kepastian pengganti Trump nantinya akan menghapus semua kebijakan tarif yang diberlakukan dalam perang dagang.
"Tidak ada jaminan soal akan dikembalikannya tarif dengan China," kata Wisnu.
Wisnu menyatakan ada peluang besar bagi siapa pun pengganti Trump untuk melanjutkan kebijakan tersebut. Lagipula, sebelum ada isu pemakzulan atas Trump, saat Pilpres AS pada November 2020 tidak ada kepastian perang dagang akan berhenti.
"Kita cuma bayangkan, kita bukan ahli struktur pelaku pasar AS seperti apa, culture-nya, cuma perang dagang ini membuat pergeseran pelaku usaha," ujar Wisnu.
Wisnu menilai dengan terlanjurnya relokasi sejumlah pelaku usaha akibat perang dagang, akan sulit menakar nasib relokasi sejumlah pelaku usaha, jika dinamika ini kembali normal.
"Kalau tiba-tiba damai bagaimana sektor usaha yang pindah, relokasi, ya bagaimana? Sulit juga," tutur Wisnu.