Bisnis.com, JAKARTA — Kendornya percepatan peremajaan lahan sawit pada tahun ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi produksi dalam jangka panjang.
Pasalnya, dari total 14,3 juta hektare (ha) lahan sawit di Tanah Air, sekitar 40 persen di antaranya berada dalam kondisi tak menghasilkan (tanaman belum menghasilkan/TBM) dengan produktivitas yang menurun atau telah memasuki usia tua.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung menyebutkan peremajaan sawit rakyat sendiri merupakan langkah intensifikasi untuk menggenjot produksi sawit. Artinya, produksi total sawit dalam negeri diharapkan dapat meningkat lewat peningkatan produktivitas tanaman tanpa perlu melakukan penambahan areal tanam.
"Produksi TBS [tandan buah segar] sawit, melihat 40 persen sudah masuk tanaman tua, tak produktif, rusak, dan tak menghasilkan. Artinya, ini akan menurun produksinya secara menyeluruh," kata Gulat saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/9/2019).
Untuk saat ini, Gulat menyebutkan produktivitas tanaman sawit yang dikelola oleh petani swadaya baru berkisar di angka 500-800 kilogram per ha tiap bulan. Dengan adanya peremajaan yang menggunakan benih kualitas baik, Gulat menyebutkan produktivitas bisa menembus 3 ton per ha tiap bulannya.
"Bisa dibayangkan kalau tanaman diganti, produksi kita bisa meningkat empat kali lipat. Kalau begini [realisasi peremajaan lamban], langkah untuk meningkatkan produksi tanpa menambah luas lahan tentu akan terganggu," sambungnya.
Baca Juga
Revisi target peremajaan dari 200.000 ha pada 2019 menjadi 180.000 ha sendiri diperkirakan akan memperlama realisasi peremajaan 2,49 juta ha lahan sawit yang diharapkan rampung selama 5 tahun selama periode 2017 sampai 2021. Pada 2017, realisasi peremajaan tercatat baru terealisasi pada areal seluas 3.000 ha, disusul realisasi 33.000 ha pada 2018.